banner-detik

backstage beauty

Dampak Negatif Penggunaan Buzzer di Beauty Industry

seo-img-article

Penggunaan buzzer oleh beauty brand memang bisa meningkatkan awareness pada periode waktu tertentu. Tapi apakah akan menambahkan value positif terhadap brand tersebut?

Ngomong-ngomong soal buzzer, ternyata tidak hanya dunia politik saja yang sekarang menggunakan jasa buzzer. Sejumlah beauty brands sayangnya juga kerap kali menggunakannya dengan tujuan agar beauty enthusiast menjadi FOMO, produknya jadi talk of the town, viral, dan berharap bisa meningkatkan sales brand tersebut. 

Buzzer ini seringkali bekerja secara anonim, atau dalam kasus beauty industry, buzzer biasanya punya akun bodong dengan konten yang tidak jelas. Hampir semuanya juga dikoordinir oleh sebuah agency dan menggaungkan sebuah produk/brand dalam time frame yang spesifik secara bersamaan. Di luar dari itu, para buzzer pasti nggak akan ada suaranya. Berbeda dengan influencers, buzzer juga seringkali diasosiasikan dengan hal-hal yang negatif, seperti menggiring opini konsumen, atau review ‘asal bagus’ walaupun belum pernah mencoba produknya.

Walaupun memang cara ini berhasil meningkatkan awareness dari sebuah produk, tapi ternyata cukup banyak beauty enthusiast yang mulai sadar dan lelah dengan strategi marketing seperti ini. Hal ini terlihat dari berbagai laporan yang masuk ke Female Daily mengenai adanya review bodong yang dilakukan oleh buzzer dari berbagai macam brand.

Baca juga: Intip Resepsi Romatis Ala Maudy Ayunda dan Jesee Choi di Bali

buzzer fake review

We hear you, and we act on it. Pada tahun 2021, Female Daily sudah berhasil menghapus 125.000 fake reviews untuk membantu para member mendapatkan informasi dan purchasing decision yang lebih baik saat membaca review di Female Daily. Tapi tentunya fake review masih bisa terus muncul apabila dari sisi brand tetap melakukan strategi marketing terselubung ini.

Setelah melakukan banyak diskusi dengan tim Editorial Female Daily dan melihat conversation yang ada di FD Talk mengenai penggunaan buzzer, ada banyak hal yang bisa saya simpulkan saat membahas soal efek negatif penggunaan buzzer bagi beauty brands di Indonesia.

Baca juga: Siap-siap Pergi ke Konser dengan Beragam Pilihan Tas Mungil yang Fashionable!

  • Menghilangnya minat konsumen

buzzer fake review

Buzzer memang muncul karena pada dasarnya brand ingin produknya terlihat memiliki review yang bagus. Namun, seperti yang sempat saya katakan sebelumnya, konsumen sudah semakin pintar dan dengan mudahnya menyadari apakah seorang individu ini menuliskan komentar atau review-nya dengan tulus atau hanya bayaran semata.

Kalau zaman dulu mungkin yang menyadari hal ini hanya satu-dua orang saja, saat ini bisa jadi ratusan atau ribuan orang bisa melihat anomali ini. Bukannya jadi ingin membeli produk yang sedang di-marketing-kan, tapi sangat mungkin para konsumen ini malah il-feel dan sama sekali tidak ingin mencoba produk tersebut. Sayang kan kalau memang produk tersebut aslinya memang berkualitas?

Baca juga: Masih Mikir-mikir untuk Belin Dyson Hairdryer? Langsung Cek Kelebihannya!

  • Image brand menjadi buruk

buzzer fake review

Brand harus mulai memikirkan ulang bagaimana cara berkomunikasi dan menjual produknya kepada konsumen. Penggunaan buzzer bisa dibilang sudah basi dan sangat mungkin malah  menjatuhkan value brand tersebut. Image menjadi buruk, brand terlihat tidak percaya diri dengan produk yang dikeluarkan, serta sales juga belum tentu mengalami kenaikan. Bisa saja ada kenaikan sesaat karena aktivitas buzzer yang masif, namun bagaimana setelahnya? Popularitas semu tidak akan membangun nama harum brand dalam jangka panjang.

Masih banyak cara yang sebenarnya bisa dilakukan oleh brand untuk ‘mengangkat’ pamor dan penjualan sebuah produk. Brand bisa melakukan factual evidence-based education di social media-nya masing-masing untuk lebih mencerdaskan konsumennya, memberikan general brief pada KOL sebagai dasar pembuatan konten yang tidak bias, atau bahkan budget buzzer tersebut bisa juga dialihkan menjadi budget R&D untuk membuat produk yang jauh lebih baik dan berkualitas.

 

  • Merugikan konsumen secara tidak langsung

buzzer

Penggunaan buzzer pastinya sangat meresahkan kami sebagai beauty platform yang memiliki misi ingin membantu para member untuk menemukan produk terbaik sesuai kebutuhan mereka. Apalagi saat buzzer membanjiri review platform dengan penilaian bintang lima semua, sehingga konsumen jadi bingung dan tidak bisa menemukan review yang kritis  terhadap sebuah produk. Konsumen yang tidak menyadari pergerakan buzzer dan langsung mencoba produk yang banjir review bintang lima, bisa jadi kulitnya akan rusak. 

 

  • Membatasi ruang perbaikan untuk brand


buzzer

Review yang dilakukan oleh buzzer pastinya memiliki satu suara yang sama. “Bagus banget, aku pakai 3 hari langsung putih”, “Nggak nyesel banget sih nyoba ini, soalnya cocok banget dipakai setiap hari dan nggak bikin kulit mengelupas”, dan masih banyak tipikal tulisan buzzer lainnya yang pasti kalian sudah semakin familiar saat membacanya.

Penilaian yang seragam ini menurut saya nggak sexy. Di mana letak improvement yang bisa dilakukan oleh brand kalau review yang diberikan sama semua? Apakah formulanya sudah cocok buat setiap jenis kulit seperti pada klaimnya? Apakah formulanya sudah cukup stabil untuk disimpan lama? Apakah teksturnya cocok dengan iklim tropis di Indonesia? Tentu opini negatif yang diberikan oleh konsumen bisa menjadi penyemangat dan ruang pembelajaran agar brand bisa menciptakan produk yang jauh lebih baik lagi. 

 

Sangat disayangkan bukan apabila penggunaan buzzer malah membuat brand tidak dipercaya oleh konsumen, dianggap kalah bersaing secara organik, bahkan menghalalkan penipuan lewat review bintang lima palsu? Let’s #GrowWithResponsibility, support our review platform and the beauty industry to be #FakeFree. 

 

Slow Down

Please wait a moment to post another comment