banner-detik

peace of mind

Tentang Depresi: Lebih Baik Pergi ke Psikolog atau Psikiater? | Cerita FD

seo-img-article

Pandemi COVID-19 juga mempengaruhi kesehatan mental banyak orang. Ketika merasa depresi, baiknya ke psikolog atau psikiater?

Selama pandemi dua tahun terakhir ini, bukan hanya kesehatan jasmani yang terkena imbasnya. Kesehatan mental kita pun juga dipertangguhkan. Terbukti dari survey PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Indonesia di bulan April 2020, 63% mengalami gangguan kecemasan dan 66% mengalami gejala depresi akibat pandemi COVID-19. Gejala yang dirasakan di antaranya adalah perasaan terisolasi, hopeless, duka dan trauma akibat kehilangan orang terdekat, dan stress berlebih akibat keadaan buruk yang tidak pasti kapan berakhirnya.

Angka ini tentu saja termasuk tinggi dan nggak boleh dianggap remeh. Kesehatam mental kita sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Bahkan bisa saling berkaitan. Belum lama ini saya membaca buku Loving The Wounded Soul dan di dalamnya ada satu bab yang membahas tentang “Depresi Membuat Sekujur Tubuh Sakit” beserta penjelasan soal kondisi psikosomatis (gangguan kesehatan fisik yang diakibatkan oleh pikiran atau emosi). Makanya ketika kamu sudah merasa tidak sanggup menanggung beban mental ini sendiri, jangan ragu untuk mencari pertolongan profesional.

Baca juga: Depresi Bukan Hanya Sedih. Ini Gejala Lainnya yang Perlu Kamu Ketahui! Bisa Terjadi Pada Siapa Saja.

Saya sendiri sudah mengalami berbagai gejala depresi sejak remaja. Tadinya masih nggak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, namun sejak pandemi datang dan adanya regulasi WFH, saya jadi semakin merasa terisolasi dan membuat gejala depresi yang saya alami semakin parah sampai mengganggu keseharian. Akhirnya saya memutuskan untuk meminta bantuan psikiater di tahun 2020 lalu. Setelah beberapa kali konseling, saya didiagnosa dengan major depressive disorder dan anxiety disorder. Some days I just can’t function at all, akhirnya selain dengan konseling, saya pun juga diresepkan beberapa obat antidepresan.

Kenapa sih saya ke psikiater langsung bukan ke psikolog dulu? Alasan simple-nya adalah kebetulan waktu itu teman saya yang ajak ke psikiater langganannya. Jadi saya sudah tahu testimoninya seperti apa. Sayangnya jadwal psikiater saya ini lumayan penuh, sehingga saya hanya bisa konseling dua bulan sekali. Karena merasa butuh konseling ekstra akibat sering relapse, beberapa kali saya juga sempatkan ke psikolog. Sekaligus juga buat mendapatkan insights dari sudut pandang yang berbeda.

Baca juga: Perlu atau Nggak Konsultasi Ke Psikolog? | Cerita FD

Beda psikolog dan psikiater

Sebenarnya perbedaan paling mendasarnya adalah latar belakang dokter yang dimiliki psikiater, sehingga psikiater bisa meresepkan obat bila diperlukan. Kamu juga bisa kok mulai dari psikolog dulu. Kalau dirasa memang perlu obat, psikolog akan merujuk ke psikiater.

Now to the big question, lebih baik ke psikiater atau ke psikolog sih? Saya akan share pengalaman saya konseling dengan keduanya ya.

Pengalaman ke psikiater

Hampir dua tahun terakhir ini saya ke psikiater ketika butuh pertolongan yang urgent. Saat sudah benar-benar nggak bisa beraktivitas lagi akibat depresi dan anxiety, saya jadi butuh obat-obatan seperti antidepresan.

Konseling yang dilakukan dengan psikiater biasanya durasinya nggak terlalu lama. Sekitar 30-45 menit. Rasanya itu seperti sedang konsultasi dengan dokter pada umumnya; saya sampaikan keluhan dan psikiater akan memberikan beberapa pertanyaan yang sifatnya seperti trigger untuk membantu saya berpikir. Approach dan solusi yang diberikan psikiater saya lebih pragmatis dan fokus ke fungsi kognitif. Misalnya selain minum obat, saya juga disarankan untuk menghindari makanan tertentu yang sifatnya memicu inflamasi, seperti makanan manis, dairy, dan makanan siap saji. Selain itu saya juga dianjurkan untuk rutin berolahraga supaya lebih bugar karena depresi itu sangat menguras energi dan bikin cepat lelah.

Curhat ke psikolog

Nah, kalau dengan psikolog saya merasa vibes-nya lebih kayak curhat, bukan seperti konsultasi dengan dokter. Setiap cerita yang disampaikan, psikolog saya selalu memberikan tanggapan, macam-macam analogi, dan juga pertanyaan-pertanyaan supaya saya merasa tervalidasi. Rasanya seperti curhat sama teman baik yang juga solutif.

Dari psikolog saya juga diberikan macam-macam homework, seperti baca buku, behavioral activation selama periode tertentu, dan menulis surat. Gunanya untuk melatih lagi otak dan perasaan saya melalui kebiasaan-kebiasaan baru.

Baca juga: Hari Pencegahan Bunuh Diri: Menjaga Mental Health Selama Pandemi

Jadi lebih pilih ke psikiater atau psikolog?

Di kasus saya, sejujurnya saya masih merasa butuh pergi ke keduanya. Saya juga senang bisa dapat perspektif yang berbeda dan knowledge yang lebih banyak. Saran saya, siapa pun itu yang kamu pilih, yang terpenting adalah dimulai saja dulu. Bisa tanya-tanya rekomendasi dari teman yang sudah pernah konseling, baca-baca konten psikolog atau psikiater tersebut juga di sosial media agar punya sedikit gambaran dan lebih yakin dengan pilihan psikiater atau psikologmu.

If you have any further questions, ask away in the comment section! 🙂

Images: freepik, 

Slow Down

Please wait a moment to post another comment