banner-detik

beauty school

Beauty Addiction: Gimana Kalau Kita Kecanduan Mengubah Penampilan Diri?

seo-img-article

Doing beauty enhancements are one thing, tapi gimana jadinya kalau kamu malah jadi kecanduan dan nggak bisa lepas?

Pernah nggak sih, kita melakukan perawatan, makeup, operasi, atau apapun itu karena apa yang orang lain omongin? Misal, awalnya kamu pede-pede aja dengan kondisi hidung kamu yang cantik dan normal. Eh tiba-tiba, ada seorang teman yang ngatain hidung kamu besar mirip tomat. Mulai sejak saat itu kamu jadi merasa kurang dengan bentuk hidung kamu sehingga kamu pingin banget operasi kecilin hidung. Atau ada juga yang merasa pede dengan berat badan yang dimiliki, tapi kemudian mulai melihat standar ‘kurus’ bagi kebanyakan orang, lama kelamaan mulai nggak pede, merasa diri gendut, lalu diet mati-matian?

Yes, sadly. This happens to a lot of people. Dan sadar nggak sadar, banyak orang yang merasa nggak pede dengan dirinya karena berbagai faktor eksternal. Baik itu dari keluarga, teman, atau omongan orang lain.  This is also one of the reasons why beauty enhancement services makin laku di luar sana. Mulai dari makeup, haircare, eyelash extensions, sulam alis, filler, botox, these things are there buat kita mempercantik diri, yang harapannya juga bisa meningkatkan rasa percaya diri kita.

These things are good, and these things are OK to do. Tapi, saya sendiri jadi sering merasa nggak pede kalau hal ini terlepas dari saya. Hal inilah yang saya sebut sebagai ‘Beauty Addiction’. Ketika kita sudah terbiasa ‘vermak’ diri dengan berbagai macam hal, sehingga di satu titik kita merasa nggak jadi diri sendiri ketika nggak melakukan ‘vermak’ tersebut. So, ada apa aja sih bentuk Beauty Addiction yang dialami? Dan bagaimana cara overcome hal tersebut? Berikut adalah kisah dari beberapa teman kita yang pernah mengalami!

Vero – Nyatok Rambut

“Punya rambut keriting bikin saya ngerasa nggak sempurna layaknya perempuan pada umumnya. Hal ini bikin saya rela menyalurkan uang untuk melakukan apa saja demi rambut terlihat lurus. Saya juga merasa nggak cocok punya rambut keriting, apalagi dengan kondisi tubuh yang nggak langsing.  Waktu lihat orang lain yang tubuhnya curvy, tapi rambutnya lurus, saya akan memandang mereka cantik. Nggak jarang saya malah memandingkan, ‘Ih, dia badannya sama dengan saya, tapi rambutnya lurus keren banget ya! Atau bahkan sebaliknya ‘Rambut keritingnya keren banget, tapi badannya memang langsing sih jadi cocok.’ Pokoknya selalu saja ada perbandingan yang bikin saya merasa saya nggak sempurna.

Saya akan rela bangun lebih pagi, atau tidur lebih malam demi bisa catok rambut. Padahal, butuh waktu sekitar 1-1.30 jam untuk catok rambut yang cukup tebal ini. Kalau memang nggak sempat catok full semua rambut, biasanya saya kuncir rambut dan catok bagian atasnya aja biar nggak terlalu kelihatan keriting. Menutupi rambut keriting sudah saya anggap seperti kekurangan saya, dan berharap orang lain nggak pernah tahu tentang rambut asli saya! Saya juga paling takut sama hujan, karena setiap kali hujan rambut saya akan kembali keriting dan lebih ngembang. Selain itu, dengan ada quote, ‘rambutmu adalah mahkotamu’, saya jadi semakin beranggapan kalau cantik berarti punya rambut yang sempurna – which is lurus dan panjang bagi saya. Rambut lurus bikin saya ngerasa lebih pede, dan merasa saya diterima oleh teman sekitar. Satu hal yang paling penting yang bisa merasa saya dianggap seperti seorang perempuan pada umumnya.

Kebiasaan ini saya lakukan dari sejak kelas 5 SD, bahkan hingga kuliah. Saya sering di bully dengan berbagai jenis ledekan/kata-kata yang bikin saya jadi nggak percaya diri dan minder. Bahkan, ada saatnya saya berani lurusin rambut dengan menggunakan strikaan panas di atas handuk, tanpa sepengetahuan mama saya. Karena di saat itu saya belum diizinkan untuk lurusin rambut. Nah, baru sejak saat itu saya boleh mulai meluruskan rambut dengan berbagai macam treatment. Mulai dari rebonding, catok, smoothing, bahkan keratin. Sejak saat itu, orang lain memberikan respon yang positif, bikin saya makin nyaman dengan rambut lurus ‘bohongan’ ini.

Baca juga: Tips Menghindari “Rasa Bersalah” Saat Jajan Skincare dan Makeup

Tapi, sampailah di suatu saat di mana aku sadar bahwa apapun yang sudah diberikan oleh Tuhan, nggak akan bisa diubah secara sempurna dengan cara apapun. Saya mulai capek lurusin rambut, mulai capek bangun lebih pagi, dan bahkan capek tidur lebih malam untuk menyisihkan waktu catok. Jadi, hal pertama yang saya lakukan adalah berdamai dengan diri sendiri. Percaya dengan diri sendiri bahwa saya unik, saya cantik, dan saya menarik dengan apa adanya. Yang tadinya saya menganggap kalau rambut keriting ini adalah sebuah kekurangan, tapi ternyata ini merupakan sebuah kelebihan yang bikin saya beda dari yang lain. Belajar untuk mendengar diri sendiri, bukan orang lain!

Terlepas dari apapun yang telah saya lalui, bagaimana penampilan saya, atau bahkan kesalahan apa yang pernah saya lakukan, itu semua nggak menentukan pribadi saya. Diri saya berharga, dan saya layak untuk dicintai!

Evi – Gambar alis

“Saya selalu merasa insecure setiap kali saya nggak gambar alis. Itu sebabnya setiap hari pasti saya mau gambar! Tapi untungnya, sejak masa pandemi kondisi ini jadi jauh lebih baik. Dan lagi, as i get older, i just stop caring about what other people think. Saya jadi merasa bisa lebih apa adanya ketika berada di dekat orang-orang terdekat saya. Walau memang ada kalanya saya masih suka insecure kalau bertemu dengan orang lain ketika saya lagi nggak gambar alis, but this keeps getting better every day.

Pemicunya sebenernya nggak dari siapa-siapa, tapi dari diri saya sendiri. Saya merasa ketika alis saya botak, saya terlihat jauh lebih tua bahkan terlihat seperti nenek-nenek. Dulu juga pernah sih di ledek, waktu masih SMP dan SMA. Dikatain temen-temen alisnya botak dan jelek, tapi saya sendiri juga ledek orang lain yang nggak punya alis. Namanya juga masih muda ya, kadang nggak ngerti kalau omongan sangat bisa menyakiti hati orang lain.

Tapi saya ya seiring berjalannya waktu, saya merasa memakai alis bukan lagi sesuatu yang saya lakukan untuk menutup insecurity saya, karena saya bukan lagi memakainya karena apa kata orang lain. Menggunakan makeup saya sudah anggap sebagai salah satu bentuk profesionalisme. Karena nggak mungkin kan, kalau lagi bekerja atau bertemu dengan klien, saya malah berpenampilan selayaknya baru bangun tidur? Jadi, i think makeup as one form of professionalism too. Jadi pesannya sih, buat kamu yang suka insecure dengan penampilan diri sendiri, kalau ada orang lain yang suka ‘ngatur’ penampilan kamu. Atau bikin kamu ngerasa kamu terbeban untuk melakukan sesuatu karena mereka bikin kamu merasa nggak percaya diri, bisa jadi hubungan kalian bukanlah salah satu honest atau healthy relationship. Make sure, kalau kamu dikelilingi oleh orang-orang yang bikin kamu makin cinta sama diri sendiri!

Baca juga: Beauty Confession: 4 Tren Kecantikan yang Bikin Menyesal

Grace – Pakai BB Cream, gambar alis, pakai softlens

“Ada 3 hal yang dulu sempat saya nggak bisa lepasin, yang pertama adalah BB Cream. Kemanapun dan kapanpun, saya selalu menggunakan BB Cream. Karena setiap kali saya nggak pakai BB Cream, pasti saya merasa kulit saya kusam, hitam, dan jelek. Kedua, saya juga nggak pernah bisa lepas dari yang namanya pensil alis. Karena alis asli saya super tipis! Pasti saya ngerasa aneh dan nggak pede kalau nggak pakai pensil alis. Ketiga, dulu saya juga selalu nggak lepas sama yang namanya soft lens berwarna. Misalnya ada satu hari saya nggak menggunakan soft lens berwarna, saya pasti merasa aneh, dan bingung kenapa mata saya nggak sebesar kalau menggunakan soft lens berwarna.

Makin kesini, ketiga ketergantungan tersebut mulai pelan-pelan saya lepasin. Kayak contohnya, saya udah nggak lagi menggunakan BB Cream setiap hari, I am now all over it. Saat itu pemicunya memang karena saya sering diledek karena punya kulit yang nggak putih. Atau bahkan ada saatnya saya sering dikatain ‘anak kampung’ gara-gara warna kulit. People can be really mean, huh? Kalau soal alis, saya pribadi sebenernya nggak pernah diledek soal hal ini sih. Tapi inget banget waktu SMA, teman-teman saya sering komplain tentang mereka nggak punya alis. Keluhan mereka inilah yang bikin saya reflect ke diri sendiri, dan malah jadi fokus sama kekurangan saya! Karena memperhatikan ternyata saya juga nggak punya alis, saya jadi ikutan gambar alis dan kecanduan sejak itu. Sedangkan softlens, penyebabnya karena saya nyoba-nyoba sendiri waktu SMP, saya suka, dan jadinya makin suka dan ngerasa nggak bisa lepas dari softlens berwarna. Jadi, pemicu dari ketiga hal ini memang berbeda-beda!

Salah satu cara yang saya lakukan untuk melepaskan ketergatungan saya, is to simply love yourself with all your strengths and weaknesses. Ketika saya nggak fokus dengan kekurangan, saya malah jadi lebih cinta dengan apa yang saya miliki! Kayak contohnya, saya malah sekarang suka banget dengan kulit tan, dan sebisa mungkin kalau lagi berpergian ke luar, saya suka terkena matahari. Saya malah jadi nggak mau lagi hide my skin color, tapi malah ingin embrace and expose my skin color. Selain itu, saya juga belajar dari banyak orang yang nyaman dengan dirinya sendiri. Confidence mereka sangat menular ke diri saya, saya juga jadi ikutan shift focus ke kebaikan yang saya punya. Itu sebabnya, sorround yourself with people who are positive and embrace you for who you are!

Baca juga: 5 Tren Kecantikan 2021 yang Harus Kamu Tahu!

Kalau kamu mengalami hal yang mirip dengan saya, saya cuma mau bilang kalau you are not alone! Berfokus kepada kekurangan kalian secara nggak sadar bisa bikin kamu melihat kekurangan kamu! Yuk, kita biasakan diri untuk build each other up. Jangan berikan komentar atau komen yang bikin orang lain jadi down. Selain itu, belajar lebih percaya diri juga penting! Tapi nggak berarti ketika kamu percaya diri, kamu memaksa orang lain untuk menyukai diri kamu ya. Percaya diri berarti kamu tetap merasa kalau kamu cantik walau mungkin orang lain nggak sepemahaman dengan dirimu. Jadi, kamu nggak lagi peduli dengan apa yang orang lain katakan!

Selain itu, perlahan-lahan train diri kamu juga bisa dilakukan lho. Seperti contohnya, saya sempat perlahan-lahan mengurangi gambar alis, dan ternyata itu bikin saya feel better about myself! Sekarang, kalau saya pakai makeup, saya jadi sadar bahwa hal tersebut juga merupakan salah satu actual way of loving myself. Jadi, semangat belajar mencintai diri sendiri!”

Vio – Eyelash extensions

“Bisa di bilang eyelash extensions udah jadi kayak drugs buat saya. Karena tingkat percaya diri tanpa makeup kalau pergi keluar meningkat 100%! Berasa sudah full makeup meski cuma pakai alis & eyelash extension karena eyelash extension mampu highlight muka saya & people will stare to my lash extensions first than other part of my face !

Alasan terpenting kenapa pakai eyelash extension karena memang mata saya sipit (kecil), no eyelids, dan dulu sering dibilang ‘kubil’ matanya . Pakai extension jadi lebih ngebuka mata, dan suprisingly kalau pakai yang  bervolume bisa muncul eyelid saya bisa lebih defined dan matanya jadi lebih membesar 🤣 makanya jadi suka banget sama eyelash extension karena memang dari whole face, saya paling concern sama mata yang sipit dan kecil!

Tapi, kebiasaan ini mulai pelan-pelan saya tinggalin, sih. Salah satunya adalah saya mulai belajar memillih untuk curl my lashes dan pakai maskara aja, supaya hasil eyelash aku jadi lebih natural. Atau, sekarang kan juga udah ada yang namanya lash lift. Jadi, saya suka lash lift sebagai salah satu alternatif ‘istirahat’ dari eyelash extension. Atau, kamu juga bisa coba gunakan magnetic eyelashes lho! Itu lagi rutin banget saya pakai, dan ternyata hasilnya juga nggak kalah bagus kok!”

Nah, berikut adalah cerita dari beberapa perempuan tentang pengalaman mereka. Balik lagi, beauty enhancements bukanlah sesuatu yang buruk, dan berhak dilakukan semua orang! Tapi, jangan sampai kita feel less of ourselves tanpanya. Sebaliknya, lakukanlah hal tersebut sebagai wujud kepercayaan diri, sekaligus sebagai bentuk cinta kepada diri sendiri!

Gimana dengan kamu? Adakah hal-hal yang kamu nggak bisa lepasin hingga sekarang karena kamu ngerasa nggak pede? Jangan lupa share di komen ya!

 

Image: Dok. Narasumber, freepik.com.

Slow Down

Please wait a moment to post another comment