Umm… designer vaginas nggak ada hubungannya dengan Louis Vuitton atau pun Hermes sih. Namun ini merupakan istilah lain dari labiaplasty yang lagi mulai banyak dilakukan oleh para wanita.
Waktu saya baca soal designer vaginas, jujurnya saya nggak bisa membayangkan sih gimana rasanya kalau area kewanitaan kita itu dipercantik melalui prosedur operasi plastik. Tapi ternyata cukup banyak juga perempuan yang mulai melakukan hal ini. Bukan hanya membuat hidung atau mata menjadi lebih terlihat estetik, tapi sekarang prosedur bedah plastik under the belt ini juga bisa dilakukan oleh para profesional untuk memenuhi keinginan perempuan.
Bisa dibilang, tren melakukan makeover pada area intim ini semakin meningkat dari tahun ke tahun karena awareness dan obrolan soal kesehatan vagina juga semakin terbuka. Hal yang tadinya tabu, menjadi sebuah topik yang harus lebih diperhatikan lagi oleh perempuan, dan opsinya semakin banyak disuguhkan.
Baca juga: Langkah-langkah Merawat Area Kewanitaan
Supaya kalian nggak bingung dengan istilah yang saya sebut ini, ada baiknya untuk mengenal terlebih dahulu soal apa itu designer vanigas atau labiaplasty.
Kalau nama gaul nya adalah designer vaginas, maka labiaplasty adalah istilah kedokterannya. Nah, walaupun prosedur ini seringkali dilakukan untuk kebutuhan aesthetic, tapi memang tidak menutup kemungkinan juga dilakukan apabila area kewanitaan kita memiliki masalah pada area labia, yang mengganggu aktivitas sehingga harus diperbaiki. Pada kebanyakan kasus, labiaplasty ini dilakukan pada labia minora (bibir vagina yang lebih tipis) di bagian dalam, tapi akhir-akhir ini semakin banyak perempuan yang melakukannya pada area labia mayora (bibir luar vagina yang lebih tebal).
Baca juga: Pengaruh Olahraga Untuk Area Kewanitaan
Singkatnya, pada saat melakukan labiaplasty dokter bedah plastik akan menghilangkan jaringan berlebih pada area labia yang dianggap menggangu aktivitas kita, atau pun untuk kebutuhan aesthetic. Labiaplasty ini juga berbeda dengan prosedur vaginoplasty yang tujuan utamanya adalah untuk mengencangkan kembali area kewanitaan kita. Kedua prosedur ini juga nggak minim risiko. Bisa saja terjadi pendarahan, luka parut, hingga rasa sakit saat berhubungan intim.
Labia mayora umumnya berkisar antara 2-10 cm. Tapi memang pada setiap orang pasti bervariasi. Bahkan bisa jadi ukuran dan bentuknya juga tidak simetris antara yang kiri dan kanan. Bisa jadi lebih tebal, lebih besar atau pun lebih panjang dari sisi satunya. Ini sebenarnya adalah hal yang wajar, tapi ternyata ada saja perempuan yang tidak puas dengan kondisi tersebut dan menginginkan tampilan area kewanitaan yang lebih presisi dan ‘cantik’. Ada yang tidak suka dengan area labia minor nya yang terlihat ‘menggantung’ (padahal ini normal), sehingga akhirnya mereka kurang percaya diri saat berhubungan intim. Bahkan dari beberapa berita yang saya baca dari release yang dikeluarkan oleh Nordesthetics Clinic di Lithuania, ada seorang perempuan berusia 32 tahun yang menginginkan the “perfect Barbie vagina” saat berkunjung ke dokter bedah plastiknya. Lagi-lagi sebuah beauty standard yang diinterpretasikan berlebihan dan akhirnya menjadikan perempuan nggak nyaman sama dirinya sendiri.
Baca juga: Larangan Pakai Feminine Hygine Belum Tentu Benar
Tapi, seperti yang sempat saya ceritakan sebelumnya, orang yang melakukan prosedur ini di luar alasan aesthetic juga banyak. Tidak nyaman dengan kondisi labia yang terlalu panjang ternyata bisa membuat aktivitas kita terganggu. Seperti misalnya saat bersepeda, berolahraga, kesulitan saat mau menggunakan thong, hingga mengakibatkan kelembapan berlebih pada area kewanitaan. Selain itu, ada juga perempuan yang mengeluh sakit saat melakukan hubungan intim akibat labia yang membesar atau memanjang. Kalau dari sisi kedokteran, salah satu alasan dilakukannya labiaplasty pada pasien adalah saat harus menghilangkan bagian labia yang terdapat sel kanker nya.
Sama seperti beragam prosedur bedah lainnya, tentu labiaplasty ini juga nggak 100% risk-free. Bahkan kalau yang saya baca di situs Women’s Health, prosedur ini bisa jadi menimbulkan risiko bekas luka. Beberapa risiko yang masih butuh penelitian lebih lanjut juga mengatakan bahwa bisa jadi pasien kehilangan sensasi saat berhubungan intim, hingga meningkatkan risiko trauma di area kewanitaan.
Dr. Goda Astrauskaitė, ahli bedah plastik dari Nordesthetics Clinic mengatakan kalau perempuan kadang suka lupa bahwa sebenarnya labiaplasty itu sama saja seperti prosedur medikal lainnya. Jika labia minora terlalu banyak dihilangkan, maka pasien bisa mengalami sakit saat berhubungan intim, kekeringan pada area kewanitaan secara konstan, tidak nyaman, pendarahan, hematoma, dan infeksi pun mungkin saja terjadi. Menurut pandangan medis dr. Goda, risiko ini sebetulnya adalah hal yang normal dan bisa diatasi.
Menurut data dari American Society of Plastic Surgeons, demand untuk prosedur ini meningkat sebanyak 39% di tahun 2016, menurun 19% di tahun 2017, hingga akhirnya jumlah pasien labiaplasty menjadi lebih stabil di angka 10.000 perempuan pada tahun 2018. Dr. Goda mengatakan kalau dia selalu mempertanyakan ulang kepada pasiennya setiap ada yang mau melakukan labiaplasty dengan tujuan aesthetic. “Hingga saat ini, kami sudah menolah 3 orang pasien yang menginginkan labiaplasty. Akhir-akhir ini muncul sebuah tren baru untuk melakukan female intimate surgery dengan tujuan untuk membuat area tersebut terlihat normal (menurut versi pasien), lebih cantik dan ideal. Atau dengan kata lain, labia minora yang kecil, tidak menggantung, dan simetris,” ujarnya.
Baca juga: Cara Supaya Brazilian Wax Jadi Lebih Nyaman
Kalau labiaplasty dilakukan untuk mengeliminasi ketidaknyamanan saat beraktivitas, atau hal lain yang berhubungan dengan kondisi medis, maka dr. Goda akan menyetujui untuk melakukannya. Berbahaya sih sebetulnya tidak, tapi ia tidak menyarankan pasiennya untuk melakukan operasi hanya sebatas untuk mempercantik area kewanitaan saja. “Pada dasarnya, labiaplasty ini adalah sebuah treatment medis yang seharusnya dilakukan karena pasien punya keluhan medis. Saat pasien tidak merasakan tanda-tanda medis yang tidak nyaman pada area kewanitaannya, maka sebaiknya hal tersebut tidak perlu dilakukan. Tapi jika tetap ingin melakukannya, ada baiknya untuk konsultasi terlebih dahulu pada ahli bedah plastik yang kredibel,” tuturnya.
Kalau menurut saya, memang sih memerhatikan tubuh kita secara aesthetic juga merupakan sebuah kebutuhan yang nggak bisa disingkirkan begitu saja. Tapi rasanya kalau memang nggak perlu-perlu banget, lebih baik kita menginvestasikannya untuk melakukan treatment lainnya nggak sih? Di lain sisi, kalau memang kalian ada yang ingin melakukan prosedur designer vaginas ini untuk bisa membuat lebih percaya diri, ya monggo. Tapi, pastikan sudah memikirkan baik-baik segala risiko yang bisa terjadi ya 🙂