backstage beauty
14 Jul 2024
Kenapa Menstruasi Dianggap Tabu?
Menstruasi dianggap tabu sejak era Kerajaan Yunani dan Romawi Kuno. Sekarang, pandangan dan mitos masih berlaku, walaupun pembahasannya jauh lebih dinormalisasi.
Waktu masih sekolah, saya bawa pembalut setiap lagi menstruasi. Biasanya saya menyempatkan ganti di jam istirahat, atau setelah mata pelajaran olahraga. Pembalut itu dibungkus dalam kresek hitam dan selalu dikeluarkan diam-diam dari dalam tas. Takut ketahuan teman-teman kalau saya sedang mens. Terutama yang laki-laki.
Soalnya, sejak pertama kali menstruasi di usia 10 tahun, saya mengamini bahwa menstruasi menjijikan karena darahnya kotor. Pemahaman itu didapatkan dari ibu. Ia mengajarkan untuk membersihkan pembalut dengan kaki. Setiap kali membicarakan darah menstruasi pun, raut wajah ibu menunjukkan rasa jijik. Apalagi kalau darah saya tembus ke celana dan sprei, ibu histeris sambil menyuruh untuk cepat-cepat ganti.
Selain ibu, teman-teman dan anggota keluarga juga lebih suka menyebut menstruasi sebagai “lagi datang bulan”, “lagi M”, atau “lagi dapet”. Dan mengatakan “roti jepang” untuk kata ganti pembalut.
Sebenarnya, pandangan tabu terhadap menstruasi berawal sejak zaman Kerajaan Yunani dan Romawi Kuno. Orang-orang menganggap darah mens beracun. Akibatnya, perempuan yang sedang mens wajib tinggal di dalam gua untuk mengisolasi diri. Mereka dilarang berinteraksi dengan keluarga, enggak boleh berhubungan seks, dan menyentuh makanan tertentu.
Sayangnya, pandangan itu masih ada sampai sekarang. Dan muncul berbagai mitos tentang menstruasi.
Baca juga: Ini 4 Mitos tentang Menstruasi yang Sering Dipercaya! Seperti Apa Faktanya?
Pandangan tabu dan mitos seputar menstruasi yang masih berlaku
Kondisi di era kini enggak jauh berbeda dengan Kerajaan Yunani dan Romawi Kuno. Darah menstruasi masih dinilai kotor, membuat masyarakat enggan mendiskusikan secara terbuka sampai muncul banyak mitos.
Ada yang percaya bahwa makhluk halus akan menjilati darah yang nempel di pembalut. Padahal, itu menyangkut kebersihan diri dan sanitasi yang seharusnya diedukasi. Ada juga yang memilih diam-diam saat membawa dan membeli pembalut, karena menganggap menstruasi memalukan.
Baca juga: Apakah Pembalut dengan Sensasi Dingin Aman untuk Vagina?
Perihal yang kedua, enggak cuma perempuan yang merasa demikian. Sebagian laki-laki pun malu kalau dititipin pembalut. Mereka takut dinilai enggak macho dan reputasinya terpengaruh. Ini adalah contoh maskulinitas rapuh akibat budaya patriarki. Padahal, pembalut adalah kebutuhan perempuan, sama halnya dengan alat cukur bagi laki-laki. Dan membelikan pembalut artinya peduli dengan ibu, teman, pasangan, ataupun saudara perempuan.
Mitos dan pandangan negatif terkait menstruasi lama-lama diinternalisasi, termasuk oleh perempuan sendiri. Tapi, kita enggak bisa menyalahkan perempuan sebagai individu. Soalnya, masalah menabukan menstruasi sifatnya cukup sistemik.
Misalnya iklan pembalut di televisi yang banyak kita saksikan sejak dulu. Kalau kamu perhatikan, penggambaran darah mens di pembalut kebanyakan berwarna biru. Ini tujuannya biar audiens enggak jijik saat melihatnya. Atau model perempuan yang selalu dipotret takut dan khawatir setiap lagi mens—entah jadi enggak nyaman beraktivitas atau sewaktu-waktu darahnya tembus ke celana dan dilihat publik.
Baca juga: Ini 7 Jenis Aroma Vagina dan Penyebabnya yang Wajib Kamu Ketahui!
Sebuah riset yang ditulis Puspita Baidhowi pada 2018 bilang, iklan seperti itu justru membentuk sudut pandang kita bahwa darah mens kotor. Padahal, penjelasan medisnya nggak begitu, lho.
Apakah menstruasi masih dianggap tabu?
Nggak bisa dipungkiri, saat ini, menstruasi masih dianggap tabu. Tapi, percakapannya lebih terbuka.
Di media sosial misalnya, ada aktivis perempuan maupun netizen yang punya pemahaman dengan ikut memberikan edukasi dengan terlibat di percakapan. Mereka memberikan informasi bahwa menstruasi bukan sesuatu yang menjijikan. Ini adalah cara untuk menghapus mitos-mitos, dan kesalahpahaman yang selama ini diyakini masyarakat.
View this post on Instagram
Bahkan, laki-laki ikut membagikan pendapat dan pengalamannya saat membelikan pembalut untuk pasangan mereka. Sharing seperti ini penting supaya masyarakat melihat, menstruasi—atau membantu perempuan—enggak ada kaitannya dengan “kejantanan” seseorang.
Atau soal menstruasi yang sering dianggap darah kotor. Padahal, menstruasi bukan cara tubuh membuang racun atau yang biasanya disebut darah kotor. Melansir Healthline, darah mens adalah bentuk sekresi dinding rahim yang luruh setelah proses ovulasi bersama unsur-unsur lain dari saluran vagina. . Berbeda dengan yang mengalir dari pembuluh darah, darah mens memiliki lebih banyak cairan elektrolit seperti sodium dan potasium, dengan kadar zat besi dan hemoglobin yang rendah.
Baca juga: Kupas Tuntas Soal Menopause dengan Ahlinya! Apa yang Harus Dipersiapkan?
Agar pandangan tabu semakin hilang, kita pun perlu terlibat dalam mengedukasi orang-orang di sekitar yang masih percaya pada stigma. Harapannya, masyarakat menormalisasi menstruasi sebagai siklus yang dialami perempuan.
Edited by Rahmi Davita
Images: Dok. iStock