backstage beauty
13 Apr 2022
Beauty Industry, Ugly Truth: Limbah Industri Kecantikan Nggak Cuma Soal Packaging!
Kalau satu orang pakai lima produk saja tiap harinya, dan katakanlah produk tersebut habis dalam waktu satu bulan, kebayang nggak sih kira-kira berapa limbah industri kecantikan yang dihasilkan? Nggak perlu jago matematika buat tahu kalau jumlahnya cukup fantastis.
Di Indonesia sendiri, data limbah industri kecantikan masih tergabung dengan sektor lain yaitu kimia, farmasi, dan obat tradisional sehingga belum ada data yang representatif dalam menggambarkan dampak penggunaan produk-produk beauty terhadap lingkungan. Namun yang jelas, we all know that industri kecantikan Indonesia sedang tumbuh pesat-pesatnya.
Baca juga: #FDSustainabeauty, Usaha Female Daily untuk Mengurangi Beauty Waste
Mengutip dari Katadata, Indonesia diperkirakan akan jadi pasar kosmetik terbesar kelima di dunia pada 10-15 tahun mendatang. Nilai impor kosmetik Indonesia juga nggak main-main, jumlahnya menurut catatan Kementerian Perindustrian mencapai US$ 803,58 juta pada 2019 atau sekitar 11,5 triliun rupiah. Angka nilai ekspornya juga tinggi, yaitu sekitar US$ 506,65 juta atau sekitar 7,2 triliun rupiah.
Minat masyarakat Indonesia akan produk kecantikan juga akhirnya berpengaruh terhadap tingkat supply lokal. Kita sendiri sama-sama tahu kan, menjamurnya brand-brand lokal berkualitas yang terus menerus merilis produk baru secara berkala?
Tapi kalau balik lagi bicara soal limbah industri kecantikan, mungkin secara otomatis kita akan terpikir soal sampah kemasan. Padahal, beauty waste nggak melulu soal packaging!
Primary, secondary, tertiary packaging
Di luar container produk yang bentuknya macam-macam, ada juga secondary packaging, yang umumnya berbentuk boks. Fungsinya secondary packaging ini beragam, sebagai bentuk branding ketika di-display di rak toko, tempat menyertakan beberapa informasi penting seperti ingredient list, kode BPOM, cara pakai, sampai khasiat produk.
Secondary packaging juga seringkali nggak bisa ditiadakan gitu aja, karena punya fungsi untuk mempermudah urusan logistik. Meski bahannya biasanya berupa karton yang cenderung lebih mudah untuk didaur ulang, kalau kita nggak memilah dan memisahkan sampahnya, secondary packaging bisa aja tercemar dan nggak bisa dialih guna. Belum lagi, seringkali secondary packaging juga dibungkus plastik lagi di luarnya.
Selain itu ada juga tertiary packaging. Tertiary packaging ini bentuk sampah kemasan yang tidak secara langsung konsumen lihat, karena biasanya hanya berhenti sampai di gudang atau tempat penyimpanan produk. Tertiary packaging yang dimaksud adalah karton atau dus yang mengelompokkan jenis produk yang sama untuk dikirim.
Silviana Chandra, perwakilan tim Waste4Change, perusahaan waste management di Indonesia pada salah satu event di awal tahun 2022 menyebut bahwa total sampah kemasan plastik dari industri kecantikan angkanya sudah mencapai 6,8 juta ton. Apakah semuanya dapat didaur ulang? Tentu tidak, lantaran jenis bahannya yang tidak ramah untuk dialih guna, plus permasalahan pembuangan sampah yang memang tidak dipilah.
Mikroplastik
Nah, selain sampah kemasan yang wujudnya kelihatan banget, ada juga bentuk limbah lain dari produk kecantikan, seperti mikroplastik atau partikel dari peleburan plastik berukuran sangat kecil yaitu kurang dari 2 milimeter.
Meski nggak terlihat secara mikroskopik, wujudnya nggak hilang dari muka bumi. Bahkan, mikroplastik ini tertelan oleh ikan di laut, dan jadi masuk ke dalam tubuh manusia juga lewat hidangan laut yang kita makan, garam dapur, atau bahkan lewat udara.
Emangnya kalau tertelan kenapa, ‘toh kan kecil… Eits, sebelum kamu mikir gini, perlu kamu ketahui bahwa mikroplastik punya karakteristik menyerap polutan dan bahan-bahan kimia lainnya yang terlepas di lingkungan. Satu partikel mikroplastik saja, bisa jadi berjuta-juta kali lebih beracun dibanding air di sekelilingnya.
Kalau gitu, kenapa masih ada aja produsen yang menggunakan ingredients dengan mikroplastik ke dalam produknya? Jawabannya, karena mikroplastik punya andil dalam hasil akhir produk. Sering digunakan sebagai bahan eksfoliasi, mikroplastik jadi opsi yang lebih terjangkau dibandingkan eksfolian natural.
Selain buat eksfolian atau scrub, mikroplastik juga sering ditemukan di color cosmetic dengan glitter. Nah, kalau kamu ingin mulai menghindari produk yang masih pakai mikroplastik, bisa lihat ingredient list dan hindari ingredients semacam Polyethylene (PE) atau sering ditulis sebagai Polyethylene Glycol (PEG), Polypropylene (PP), Polypropylene Glycol (PPG), Polymethyl methacrylate (PMMA), Nylon (PA), dan 500 ingredients lainnya yang bisa kamu cek di sini.
Barang-barang sekali pakai lainnya
Bukan berarti kamu harus anti sama produk sekali pakai ini, tapi ada lho alternatifnya supaya kamu tetap bisa mendapatkan manfaat dari produknya, tapi tetap lebih mindful dari segi dampaknya terhadap lingkungan.
Sekarang sudah mulai ada cotton bud yang bisa dicuci dari bahan silikon, sheet mask yang dikemas sekaligus banyak dalam satu kemasan, reusable razor, juga organic beauty pad. Kuncinya, secara sadar memilih alternatif yang lebih ramah lingkungan, sekecil apapun itu.
Let’s just hope beauty brands out there can keep up the good work dan mulai merilis alternatif dari produk-produk sekali pakai lainnya ya!
Baca juga: Sheet Mask yang Lebih Ramah Lingkungan dari Sensatia Botanicals
Kalau kamu ingin lebih mindful terhadap penggunaan produk beauty yang lebih ramah lingkungan, juga bisa mulai dari mengirimkan sampah kemasanmu ke Female Daily lewat FD Sustainabeauty. Kirimkan produk kosong yang sudah dibersihkan dan dikeringkan ke alamat berikut:
Wisma Prima lantai 4, Jl. Kapten Tendean no. 34, Jakarta Selatan, 12270, 0877-3010-5620 dengan menyertakan subjek ‘FD Sustainabeauty’. Biaya pengiriman ditanggung oleh pengirim.