banner-detik

backstage beauty

Ini Alasan Venture Capital Mulai Merambah Beauty Industry

seo-img-article

Pernah membaca atau mendengar pemberitaan mengenai beauty brand yang menerima pendanaan dari venture capital, tetapi masih belum paham dengan konsep venture capital? Yuk, kita kupas bareng!

 

Sebenarnya, venture capital itu apa?

Secara harfiah, venture capital dapat diartikan sebagai modal ventura. Dilansir dari situs Sikapi Uangmu milik OJK, definisi venture capital atau modal ventura adalah badan usaha yang melakukan pembiayaan atau penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham (equity participation), penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quasi equity participation), dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha (revenue sharing).

Singkatnya, dengan memberikan pendanaan kepada sebuah perusahaan, venture capital dapat menerima sebagian saham perusahaan (equity), surat berharga yang kemudian dapat dikonversi (convertible note) menjadi saham, dan/atau uang hasil usaha (revenue) perusahaan tersebut. Namun, di Indonesia, yang umum diterima oleh venture capital hanyalah equity dan convertible note

Biasanya, perusahaan yang didanai oleh venture capital adalah perusahaan-perusahaan rintisan (startup), tetapi tidak sedikit juga venture capital yang mendanai perusahaan yang telah tumbuh dengan cepat. Salah satu kesalahpahaman yang umum adalah venture capital hanya mendanai perusahaan dalam bidang teknologi.

Nyatanya, venture capital terbuka untuk mendanai perusahaan apa pun, tidak terbatas pada perusahaan teknologi saja, maka dari itu semakin banyak venture capital yang mendanai beauty brand. Di Indonesia sendiri, terdapat antara lain Somethinc yang didanai oleh Sequoia Capital, BASE dan Nusantics yang didanai oleh East Ventures, SYCA yang didanai oleh SALT Ventures, serta NAMA Beauty yang didanai oleh AC Ventures.

 

Seberapa besar sih beauty industry di Indonesia?

Sekarang, coba ingat-ingat kembali semua nama local beauty brand yang kamu ketahui. Pasti lebih dari sepuluh, kan?

Dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan beauty industry di Indonesia memang luar biasa pesat. Pada tahun 2019 saja, Kementerian Perindustrian mencatat adanya 797 perusahaan yang bergerak dalam beauty industry, padahal tahun sebelumnya hanya tercatat 760. Di media sosial, puluhan indie brand bermunculan dan berhasil mencuri hati local beauty community, mulai dari yang drugstore hingga yang high-end.

Kualitas produknya pun mampu bersaing dengan produk-produk beauty brand dari Jepang, Korea, atau negara lainnya, sehingga kini banyak orang yang menjadikan produk local beauty brand sebagai holy grail-nya. 

Menurut analisis yang dilakukan oleh Compas.co.id, perusahaan yang menyediakan layanan business intelligence, dari sepuluh top brand dalam kategori serum di dua e-commerce ternama, lima di antaranya merupakan local beauty brand dan sisanya merupakan beauty brand dari Korea. That illustrates how winning our local beauty brands are now. Amazing, right?

Walau pandemi COVID-19 sangat berdampak, tetapi beauty industry di Indonesia tetap menjadi salah satu industri yang paling menjanjikan dengan market revenue sebesar 7,4 juta dolar Amerika dan tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) sebesar 5,34% hingga 2026. Perkembangan teknologi dan media, globalisasi, serta e-commerce merupakan faktor-faktor yang membentuk perilaku masyarakat dalam membeli beauty product.

Sebagai contoh, dengan banyaknya laki-laki yang kini mulai mengintegrasikan skincare routine dalam kesehariannya, muncullah beberapa brand yang menghadirkan rangkaian skincare untuk laki-laki seperti Kahf dan MS Glow for Men serta brand yang mengusung unisex branding seperti Haum dan Skingame. Yes, Indonesia’s beauty industry is thriving and will continue to do so for years to come. 

Kenapa banyak venture capital yang mendanai beauty brand?

Dalam mengembangkan investment portfolio-nya, ada beberapa hal mengenai sebuah perusahaan yang akan dikaji terlebih dahulu oleh venture capital:

  • Total addressable market

Istilah lain dari total addressable market adalah market size, alias besaran permintaan pasar terhadap produk atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan. Semakin tinggi permintaan pasar terhadap suatu produk atau jasa, semakin besar peluang bagi perusahaan tersebut untuk didanai oleh venture capital. Total addressable market menjadi suatu hal yang penting, karena, dengan mengetahui total addressable market, baik venture capital maupun perusahaan yang akan didanai dapat mengkaji usaha dan uang yang mereka butuhkan untuk mendorong market share.

  • Market share

Market share dapat diartikan sebagai besaran pangsa pasar yang mengindikasikan pendapatan antar perusahaan yang berkompetisi dalam satu industri, maka dari itu market share seringkali menjadi tolok ukur keberhasilan suatu perusahaan. Apabila brand A memiliki market share sebesar 30% dan brand B memiliki market share sebesar 50% sedangkan 20% sisanya terbagi secara proporsional antara brand C, D, E, dan F – dapat diasumsikan bahwa brand B memiliki pendapatan yang terbesar dan merupakan market leader

  • Business growth

Hal yang satu ini juga erat kaitannya dengan market share, karena pertumbuhan suatu perusahaan biasa diukur dari pendapatannya bulan ke bulan (biasa disebut MoM atau month-on-month) dan tahun ke tahun (biasa disebut YoY atau year-on-year). Kini juga banyak perusahaan yang berani berinvestasi lebih dengan memiliki tim growth strategy sendiri untuk menopang keberlangsungan usaha mereka dalam jangka panjang. Namun, bagi banyak perusahaan rintisan, pertumbuhan vs keuntungan seringkali menjadi dilema bagaikan telur vs ayam.

  • Unit economics

Unit economics adalah sekumpulan metrik yang mengindikasikan tingkat profitabilitas dari business model yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Faktor yang menentukan unit economics ini pada umumnya terbagi menjadi tiga: gross margin (laba kotor); customer acquisition cost (biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan satu pelanggan); dan customer lifetime value (total laba kotor yang didapatkan dari satu pelanggan dalam kurun waktu tertentu). Unit economics tergolong sehat apabila suatu perusahaan memiliki customer lifetime value yang setidaknya tiga kali lipat lebih besar daripada customer acquisition cost

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Indonesia is a very promising market for the beauty industry. Tingkat adopsi terhadap beauty yang begitu tinggi tidak terlepas dari peran Hallyu wave yang memperkenalkan K-pop, K-drama, dan K-beauty kepada masyarakat Indonesia, alhasil ketika local beauty brand mulai bermunculan, the market is ready and excited to welcome them.

Local beauty brand menjadi sangat menarik bagi venture capital karena direct-to-consumer business model yang diaplikasikan oleh local beauty brand menghasilkan unit economics yang lebih sehat. Beauty enthusiast seperti kita-kita ini juga memiliki stickiness dan repurchasing yang tinggi – yang memungkinkan retention rate yang lebih tinggi. Kalau kulit sudah cocok dengan satu produk, kita pasti akan terus membelinya, kan? Inilah yang dinamakan retention. Semakin tinggi retention rate, semakin tinggi pula customer lifetime value

Di Amerika Serikat, pendanaan beauty brand oleh venture capital sudah menjadi hal yang umum. Dilansir dari Crunchbase, terdapat lebih dari 150 transaksi dengan nilai total yang hampir mencapai 2 triliun dolar Amerika pada tahun 2021, salah satunya adalah Merit Beauty, brand milik pendiri WhoWhatWear Katherine Power yang mengusung konsep minimalist beauty, yang mendapatkan suntikan dana sebesar 20 juta dolar Amerika dari L Catterton, Sonoma Brands, dan Marcy Venture Partners milik Jay-Z. Pendanaan ini juga tercatat sebagai pendanaan seri A terbesar.

 

Menarik sekali kan pembahasan mengenai venture capital dan beauty industry? Do you have any favourite beauty brands which have been invested by venture capital firms? Let us know in the comments!

 

 

Image: Merit Beauty, Dok. Female Daily, Markus Winkler for Unsplash.

 

Slow Down

Please wait a moment to post another comment