health wellness
21 Apr 2021
5 Sosok Wanita Kartini Dunia dan Cerita-cerita Perjuangan
Kita mengenal sosok Ibu Kartini sebagai figur pemberani, yang berjuang untuk pendidikan perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia. Di belahan dunia lainnya, ada juga sosok-sosok Kartini dengan ambisi dan perjuangan serupa.
Hari ini, kita kembali diingatkan dengan perjuangan ibu kita Raden Ajeng Kartini. Hanya berawal dari kegemarannya mengirim surat dan bertukar pengalaman, Kartini berani membuat putusan untuk berjuang demi hak-hak dan kualitas pendidikan perempuan Indonesia. Namanya harum menjadi perempuan kebanggan Indonesia. Tapi ternyata, isu kesenjangan gender dan perjuangan untuk pendidikan perempuan nggak hanya terjadi di Indonesia saja. Di negara-negara lain pun ada kejadian serupa. Dalam rangka memperingati Hari Kartini tahun ini, saya ingin mengajak teman-teman semua untuk mengenal lima sosok Kartini dunia, yang juga berjuang atas nama perempuan dan pendidikan. Berikut ceritanya!
Baca juga: 5 Tokoh Perempuan di Drama Korea Ini Adalah Kartini Modern!
Malala Yousafzai, Pakistan
“We realize the importance of our voices only when we are silenced.”
When it comes to education for women, nama Malala pasti akan muncul di seluruh hasil pencarian. Malala Yousafzai lahir di Pakistan pada 12 Juli 1997, merupakan aktivis pendidikan perempuan termuda yang meraih Hadiah Perdamaian Nobel, pasa usia 17 tahun. Kisahnya bermula saat orang-orang Taliban menduduki desanya dan melarang perempuan di sana untuk bersekolah. Geram atas ketidakadilan tersebut, secara terbuka dan berani, Malala berbicara mengenai hak-hak pendidikan untuk perempuan. Aksi ini melahirkan tragedi penembakan serta sederet ancaman yang mengancam nyawanya.
Setelah sembuh dari kondisi kritis, Malala kemudian menjadi aktivis hak-hak pendidikan dan mendirikan Malala Fund, bersama ayahnya Ziauddin. Organisasi ini merupakan organisasi internasional non-profit, yang menyediakan advokasi serta resource untuk pendidikan perempuan. Angelina Jolie bahkan menyumbangkan $200.000 dari dana pribadinya untuk Malala Fund, lho. Kisahnya sudah ditulis dalam autobiografi I Am Malala, bahkan didokumentasikan ke dalam film pendek yang masuk list OSCAR, He Named Me Malala.
Katherine G. Johnson, Amerika
“Girls are capable of doing everything men are capable of doing. Sometimes they have more imagination than men.”
Familiar dengan film Hidden Figures? Taraji P. Henson memerankan Katherine G. Johnson sebagai tokoh utama di film ini. And yes, it’s based on true story. Katherine adalah seorang ahli fisika dan matematika NASA, berkebangsaan Afrika-Amerika. Tugasnya adalah menghitung lintasan dan jalur perjalanan penerbangan luar angkasa. Kalau kamu sudah menonton filmnya, kamu pasti setuju bahwa she really is extremely smart.
Baca juga: Rekomendasi Film Tentang Perempuan untuk Merayakan Women’s Day!
Sayangnya, meski dianugerahi dengan kecakapan dan kecerdasan, Katherine mengalami diskriminasi ras dan gender saat bekerja. Pada tahun 1953 kala itu, orang-orang Afrika-Amerika, apalagi wanita, tidak dihargai dan diberi perlakuan yang sama ketika bekerja. Salah satu contohnya, dan juga menjadi scene paling ikonik dari filmnya sendiri adalah colored bathroom yang dikhususkan untuk orang-orang kulit “hitam” saja. Banyaknya diskriminasi yang dilalui Katherine selama bekerja tidak membuatnya berhenti untuk bersikap professional. Akhirnya, berkat kegigihan serta kapabilitasnya, Katherine mendapat penghargaan NASA Lunar Orbiter Spacecraft and Operation, karena mampu mengembangkan kalkulasi yang berhasil mengirimkan astronaut ke orbit bumi di awal tahun 1962.
Angelique Kidjo, Afrika
“It is proven that when women are educated, the ability of the country goes up immediately.”
Merupakan seorang penyanyi sekaligus penulis naskah lagu, pemenang Grammy Award asal Afrika, Angelique Kidjo juga berjuang meningkatkan kesadaran mengenai pendidikan perempuan dan kesenjangan gender di Afrika. Hal ini membawanya menjadi salah satu UNICEF Goodwill Ambassador, yang membantunya berkeliling dunia dan mendirikan Batonga Foundation. Batonga Foundation sendiri adalah organisasi non-profit, yang memberikan beasiswa dan dukungan pendidikan untuk anak-anak perempuan di negara-negara Afrika Barat; Benin, Kamerun, Ethiophia, Mali, dan Sierra Leone. Karena gerakan dan kepeduliannya ini, Forbes menganugerahi Kidjo sebagai salah satu pemegang “The 40 Most Powerful Celebrities in Africa”.
Zainab Salbi, Iraq
“Every woman must own her story; otherwise we are all part of the silence.”
Sosok Kartini dunia selanjutnya adalah Zainab Salbi, yang merupakan penyintas perang dan kekerasan rumah tangga. Pengalamannya menghadapi kekerasan dan berbagai kesenjangan gender di Iraq, membawanya menjadi seorang aktivis hak-hak perempuan yang gencar berbicara soal kekerasan domestik. Tekadnya semakin jelas dengan mendirikan Women for Women International, organisasi yang memberi dukungan moral dan sumber daya secara langsung kepada perempuan-perempuan korban perang, khususnya di daerah-daerah konflik. Tujuannya untuk membantu para korban membangun kembali kehidupan, keluarga, serta komunitasnya.
Baca juga: Faye Simanjuntak, Gadis Kecil dengan Mimpi Besar Menghapus Kekerasan pada Anak
Laxmi Agarwal, India
“I am not a victim, I am a survivor. The man who attacked me will cover his face, I won’t.”
Film Chhappaak, terinspirasi dari kisah perempuan hebat satu ini. Karena menolak ajakan kencan seorang pria di India, Laxmi Agarwal harus menderita secara fisik dan emosional karena diserang dengan air keras. Miris, pelakunya lolos begitu saja dari jeratan hukum dan mata masyarakat. Sejak saat itu, Laxmi tidak mau menutupi bekas lukanya dan berjuang seorang diri mendapatkan keadilan. Ia juga vokal berbicara mengenai hak-hak korban penyintas serangan air keras dan membuat sejumlah petisi, untuk diajukan kepada mahkamah agung. Aksi positifnya ini mendapat simpati dari Michelle Obama yang kemudian menganugerahinya sebagai International Women of Courage Award pada tahun 2014.
Selain itu, ada juga 5 Kartini modern yang melawan pandemi Covid-19 tanpa gentar di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Artinya perjuangan demi mendapatkan pendidikan yang sesuai dan layak untuk perempuan masih menjadi isu. Perjuangan kita masih belum selesai! Masih ada banyak hal untuk dikerjakan. Saya yakin, dengan masih adanya isu-isu seperti ini, akan selalu lahir sosok-sosok Kartini baru. Jadi, siapkah kamu untuk menjadi sosok Kartini selanjutnya versi kamu? Jangan ragu untuk berbicara dan ambil bagian!
Images: malala.org, crgis.ndc.nasa.gov, batongafoundation.org, 2016globalthinkers.foreignpolicy.com, desimartini.com, wallpapersplanet.net