health wellness
01 Mar 2021
Penjelasan Dokter Spesialis Gizi Tentang Diet DEBM yang Lagi Viral di TikTok
Akhir-akhir ini sering lihat diet DEBM lewat di FYP TikTok dan tertarik coba? Baca dulu penjelasan dokter spesialis gizi berikut!
Segala cara untuk mendapatkan ‘Quarantine Glow Up‘ jadi viral setahun terakhir ini. Mulai dari skincare dan treatment sampai macam-macam cara diet. Pasti sudah sering dengar kisah sukses orang-orang tentang defisit kalori, ‘Diet IU’, dan Intermittent Fasting? Gimana kalau DEBM? Sudah familiar atau belum? DEBM ini merupakan singkatan dari ‘Diet Enak Bahagia Menyenangkan’ yang dipopulerkan oleh Robert Hendrik Liembono sekitar tiga tahun lalu. Ya, dari namanya saja sudah bikin penasaran kan? Lantaran selama ini diet itu identik dengan kelaparan, nggak bisa bebas makan, dan menyiksa. Kok DEBM ini malah kebalikannya?
Baca juga: Kenalan dengan Nordic Diet, Metode Diet Terbaru yang Lagi Hits!
DEBM memang kesannya menarik, tapi akhir-akhir ini di FYP TikTok saya justru muncul para dokter dan ahli gizi yang nggak menyarankan untuk menjalankan diet ini karena punya dampak negatif juga buat kesehatan.
Memangnya ini diet yang seperti apa sih? DEBM merupakan diet rendah karbohidrat, namun tinggi lemak dan protein. Konsepnya supaya tubuh mencapai fase Ketosis, sehingga mengambil energi dari cadangan lemak, makanya berat badan bisa turun. Tapi sejauh saya menyelami Instagram @resep_inspirasi_debm, jenis protein yang lebih diprioritaskan adalah protein hewani karena diklaim rasanya lebih mengenyangkan.
Selain itu, yang jadi daya tarik dari DEBM adalah klaimnya yang nggak perlu olahraga. Nah, siapa sih yang nggak tergiur bisa turun berat badan, makan enak, plus tanpa olahraga? Lalu kenapa sih justru nggak disarankan oleh para ahli gizi dan dokter? Saya sudah ngobrol-ngobrol dengan Spesialis Gizi Klinik, dr. Christopher Andrian, M.Gizi, Sp.GK dari Siloam Hospital TB Simatupang, Jakarta. Baca penjelasan beliau berikut ini ya!
Baca juga: 5 Pilihan Dessert dan Cemilan Sehat Buat yang Lagi Diet
Diet ini tinggi lemak jenuh dan kolesterol
Dijelaskan oleh dr. Christopher Andrian, diet DEBM merupakan diet yang tinggi protein dan lemak. Pagi, siang, malam, tubuh kita diberi asupan protein dan lemak terus. Biasanya menunya adalah berbagai olahan telur, daging, minum kopi dengan santan, dan macam-macam keju. Di akun inspirasi resep diet DEBM pun nggak jarang juga mengolah berbagai macam jeroan. Jenis makanan ini memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi yang bisa berakibat ke level kolesterol dan fatty liver atau perlemakan hati.
Dari rawan konstipasi hingga mengganggu kerja ginjal
Ketika kita mengonsumsi terlalu banyak protein, efeknya bisa jadi konstipasi alias susah buang air besar. Diet DEBM memiliki restriksi terhadap banyak jenis sayur dan buah karena kandungan karbohidrat dan gula di dalamnya. Padahal tubuh kita juga butuh serat dari sayur dan buah-buahan tersebut. Makanya konstipasi jadi salah satu efek jangka pendek yang sering terjadi saat menjalankan diet ini.
Selain itu, protein tinggi juga membuat ginjal harus bekerja lebih keras dan dapat memunculkan risiko batu empedu.
Baca juga: Rekomendasi Catering Diet Affordable untuk Turunkan Berat Badan Setelah Liburan!
Fokusnya hanya di turun berat badan
Berat badan bukan lah satu-satunya ukuran tubuh seseorang. Bisa saja berat badannya turun banyak, namun kadar lemak di tubuh justru tinggi dan massa ototnya kurang. Kalau seperti ini malah jadinya nggak seimbang. Sedangkan banyak pola makan sehat lainnya yang nggak menyarankan untuk fokus sama angka di timbangan saja. Macronutrients yang kita masukkan ke tubuh pun penting untuk diperhatikan.
dr. Christopher juga menambahkan kalau diet yang baik tujuannya adalah untuk long term lifestyle, bukan hanya menurunkan berat badan dengan cepat.
Nggak bisa dilakukan jangka panjang
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mengonsumsi terlalu banyak lemak jenuh dan protein hewani dalam jangka panjang bisa berefek negatif pada tubuh kita, bahkan juga mendatangkan risiko kesehatan, seperti kolesterol tinggi, batu empedu, dan penyakit jantung. Thus making this diet not sustainable.
Terlebih lagi apa bila memang sudah punya riwayat kolesterol tingi, penyakit jantung, alergi makanan tertentu (contoh: alergi telur atau seafood), dan kondisi kesehatan lainnya yang membuat tubuh sensitif terhadap makanan yang termasuk dalam diet DEBM. Sebaiknya konsultasi dulu dengan dokter/ahli gizi sebelum memutuskan untuk coba diet ini.
Baca juga: Mencoba Intermittent Fasting Selama 1,5 Bulan
Masih kepikiran untuk mencoba? dr. Christopher memberi pesan: “Try at your own risk. Setiap orang boleh saja mencoba suatu diet, tapi tetap perhatikan dampaknya pada kesehatan. Saya lebih merekomendasikan balanced diet karena tubuh kita tetap butuh karbohidrat, protein, dan lemak yang seimbang. Terlebih lagi di masa pandemi seperti sekarang, supaya imunitas dan metabolisme tubuh tetap terjaga. Diet itu sifatnya personalized. Banyak hal yang bisa mempengaruhi, seperti usia dan riwayat kesehatan seseorang. Jadi kebutuhan nutrisi pada setiap orang juga bisa berbeda.”
Image: Freepik