banner-detik

editors note

Beauty Influencer Bikin Sensasi Soal Covid-19. Apa Pelajaran Berharganya?

seo-img-article

CONTENT CREATOR ANDAL 5

Entah perasaan saya saja, atau memang akhir-akhir ini ada ada saja sosok beauty influencer yang dapat spotlight secara dadakan? Tapi sayang seribu sayang, mereka justru dapat spotlight bukan karena prestasinya, melainkan sensasi.

Walaupun sekarang saya mau bahas soal sensasi beauty infuencer yang akhir-akhir ini lumayan sering terjadi, ternyata jadi influencer atau content creator adalah pekerjaan idamannya generasi Millennial dan Gen Z. Bayangin aja, punya networking yang luas, kesempatan buat kerja sama dengan berbagai brand dan nyobain produk-produk mereka, diundang ke acara launching produk, dapat kiriman PR package dan yang paling utama: famous dan punya banyak followers.

Eh, tapi nggak semua Millennial dan Gen Z pengin jadi influencer. Alasannya, jadi influencer itu berat dan nggak kuat dihujat netizen, karena “jempol” netizen itu kejam, indeed.

Content Creator dan Sensasi

Kalau kamu tiap hari mantengin portal berita online, pasti kamu juga tahu kalau belakangan ini banyak banget content creator yang jadi bahan pembicaraan netizen karena sensasi nya. Yang bikin saya gemas, banyak content creator atau public figure yang jadi saling berseteru karena ngebahas teori konspirasi tentang Covid-19. Duh!

Baca juga: 5 Hoax dan Fakta Seputar Covid-19

Para content creator yang berkecimpung di dunia kecantikan pun, atau yang akrab dipanggil sebagai beauty influencer, nggak jarang pula yang belakangan ini menuai sensasi karena kontennya yang kontroversial. Sebut saja Dinda Shafay dan Indira Kalistha. Keduanya bahkan sampai dikritik dan dihujat banyak orang akibat konten dan statement mereka di dunia maya.

beauty influencer bikin sensasi

Beberapa waktu lalu, beauty influencer Dinda Shafay dikritik karena video tutorial diffuser desinfektan yang diunggahnya di TikTok. Tujuannya sih sharing cara yang katanya bisa jadi anti-coronavirus. Sayangnya, cara yang di-promote oleh Dinda ini nggak didukung oleh bukti scientific. And turns out, menghirup cairan desinfektan malah berbahaya buat sistem pernafasanLain cerita tentang Indira Kalistha. Baru-baru ini dia dikritik karena statement-nya saat diwawancara di kanal YouTube Gritte Agatha. Kalimat Indira yang spontan terkait isu pandemi ini dianggap netizen seolah-olah menyepelekan Coronavirus.

sensasi beauty influencer

Ternyata bukan cuma di Indonesia. Beauty Guru Michelle Phan juga sempat sharing  di media sosialnya soal tips dalam mencegah Covid-19. Michelle menyarankan untuk menggunakan essential oils yang diklaim dapat menjadi antivirus, seperti tea tree, lavender dan eucalyptus oil, bersama diffuser. Dalam Instagram story-nya Michelle menulis “Our first point of contact for viruses is our nose. If you are burning antiviral essential oils around you this will kill off the virus before it enters your system.” 

Katanya sih, Michelle hanya berbagi tips yang dia dapat dari salah seorang teman. Postingan Michelle langsung dibantah oleh dr. Sandra Lee, dermatologist yang juga dikenal sebagai Dr. Pimple Popper, yang bilang kalau nggak ada yang namanya “antiviral” essential oils.

Beauty Influencer “Nggak Sengaja” Menyebarkan Misinformasi?

Sengaja atau tidak, apa yang dilakukan oleh influencer Dinda Shafay, Indira Kalistha dan Michelle Phan sudah berkontribusi dalam menyebarkan misinformasi di jagat maya.

“Apa sih misinformasi itu?”

CONTENT CREATOR ANDAL 7

Misinformasi adalah salah satu bentuk berita bohong atau yang lebih akrab disebut hoax. Saya pernah menuliskan tentang apa saja bentuk-bentuk hoax dan bagaimana ciri-cirinyaMisinformasi yang disebarkan lewat sosok-sosok berpengaruh layaknya influencer yang punya banyak pengikut ini, berpotensi untuk memengaruhi dan merubah persepsi orang-orang tentang fenomena tertentu. Dari contoh kasus Dinda Shafay, Michelle Phan dan Indira Khalista, misinformasi yang mereka sebar di media sosial bisa mengubah persepsi followers mereka terkait fenomena Covid-19.

Hal ini bukannya tanpa risiko. Walaupun si-influencer sebenarnya punya maksud baik di balik tips-tips misinformasi ini, nyatanya terlepas dari niatannya, misinformasi tetap menyesatkan dan dapat membahayakan. Apa lagi, tips-tips kesehatan pseudoscience ini bisa saja mengancam nyawa orang lain.

Baca juga: Cerdas dalam Menerima Review Produk Kosmetik 

Pesan untuk Influencer

Memang sih, setiap orang punya kebebasan untuk beropini. Namun kebebasan beropini nggak boleh bikin kita lupa untuk mempertanggung jawabkan opini kita. Sejatinya tantangan terbesar menjadi seorang influencer sebetulnya bukan kesiapan mental untuk dihujat netizen, tapi untuk mempertanggung jawabkan segala konten yang disebarluaskan.

Di era digital ini, new media, salah satunya media sosial, punya pengaruh yang lebih besar dibandingkan media konvensional. Jadi, seorang influencer sama sekali nggak bisa menganggap remeh kata-kata atau perilakunya di media sosial pribadinya. Tiap kata-kata dan gerak-geriknya jadi panutan bagi orang banyak.

Influencer ini bisa saja meminta maaf ke publik atas misinformasi dan keselahan penuturan kata-katanya. Namun, komunikasi sifatnya irreversible, alias sekalinya dilontarkan nggak akan bisa ditarik kembali. Dengan kecepatan penyebaran informasi di era digital, dalam hitungan detik saja satu misinformasi dapat tersebar ke jutaan orang.

CONTENT CREATOR ANDAL 3

Better think twice than sorry. Sebagai influencer, bertindak dan berucap jadi sesuatu yang harus ekstra dipikir matang-matang.

“Kalau nggak suka kontennya, ya nggak usah dilihat, dong!”

When you already committing to upload your content on social media, or broadcast yourself on YouTube, your content is no longer yours exclusively. Mau nggak mau, suka nggak suka, kontenmu jadi milik siapapun yang bisa mengaksesnya. Kecuali kalau kamu upload kontenmu dengan settingan privacy yang closed to public atau only you can see. Algoritma media sosial juga punya andil dalam hal ini.

Menjadi seorang influencer artinya kamu punya kekuatan untuk memengaruhi orang banyak. That’s why it’s called as “influencer”. Tapi bukan berarti kamu auto punya kredibilitas untuk berbagai hal. Nah, kalau kamu merasa nggak punya kredibilitas untuk menyebarkan konten dengan topik tertentu, misalnya saja kesehatan, sebaiknya jangan asal sharing. Atau lebih baik lakukan riset mendalam sebelum membahas topik tertentu. Kamu juga bisa mengundang atau meminta opini dari orang yang punya kredibilitas, yang capable untuk membicarakan topik tersebut.

Pesan untuk Netizen

Penyebaran misinformasi bukan semata-mata tanggungjawab influencer seorang. Ini juga tanggungjawab kita bersama. Sebagai netizen, lagi-lagi dan nggak bosan-bosannya saya ngomongin tentang pentingnya jadi netizen yang terliterasi. 

CONTENT CREATOR ANDAL 4

Sebagai netizen, kita pun punya otoritas penuh untuk menentukan konten apa yang sebaiknya atau tidak kita konsumsi. Be mindful of what you consume. Namun, jangan lupa untuk menghindari bias-bias konfirmasi dengan cuma mengonsumsi konten-konten yang kita pikir benar. Challenge dirimu untuk lebih kritis dalam menerima konten dari berbagai perspektif.

Terakhir, dan lagi-lagi, saya nggak bosan untuk mengingatkan tentang pentingnya memiliki netiquette di era digital ini. Jejak digital yang menunjukkan buruknya etika mu di media sosial selamanya nggak akan pernah terhapus. Termasuk kalau kamu pernah iseng posting komentar jahat yang menghina atau mem-bully di media sosial para influencer.

Jadi gimana, masih mau jadi influencer?

Slow Down

Please wait a moment to post another comment