banner-detik

backstage beauty

Representasi Kulit Berjerawat di Dalam Film, Apakah Realistis?

seo-img-article

Film seharusnya membuat koneksi, tapi kok wajah yang ditunjukkan selalu kulit bebas jerawat? Makeup, editan, atau memang flawless? Jadi nggak realistis!

Kalau membahas film terutama genre coming of age alias film remaja, kebanyakan karakter yang ditunjukkan hampir tidak memiliki kulit berjerawat. Entah apakah memang aktornya punya kulit yang mulus, apa karena diedit saat post production, atau mungkin ditutupi oleh makeup… I guess we’ll never know. Tapi yang pasti, hal-hal seperti ini secara tidak langsung berkontribusi dalam menciptakan standar kecantikan yang nggak realistis. Rasanya wajah-wajah yang ditampilkan lewat layar sangat flawless dan kinclong. Kenyataannya? Hampir mayoritas remaja pernah struggling dengan jerawat!

Kurangnya normalisasi jerawat lewat layar

Dengan berkembangnya media dan teknologi saat ini, saya rasa movement melawan dan menormalisasi jerawat semakin umum diperbincangkan. Orang-orang sudah tidak takut tampil bare faced di media sosial, brand kecantikan juga banyak yang membahas skin-positivity. Tapi lewat film? Beda hal lagi.

Karakter remaja SMA tampil dengan full makeup untuk ke sekolah, tidur masih dengan makeup cetar, bangun tidur juga. Sayangnya di masa-masa saya puber, belum terlalu banyak media dan platform yang menormalisasikan jerawat, apalagi lewat film. Kepopuleran skincare juga belum setenar sekarang, alhasil saya merasa makin clueless dan ‘beda’ dari orang lain. Mungkin bagi sebagian orang ini adalah hal sepele, but it can mean the world for some of us. 

Baca juga: Membongkar Bias di Balik Makeup dan Warna pada Perempuan, Beneran Terjadi?

Efeknya terhadap standar kecantikan

Sama saja seperti di saat kita melihat supermodel dengan tubuh langsing dan kulit bersinar, penggambaran remaja pada film yang tidak realistis juga menambahkan standar kecantikan—kalau remaja itu selalu punya kulit mulus dan jerawat itu adalah sebuah ‘masalah’.

Saya sendiri yang bisa dibilang masih remaja dan masih berjuang melawan jerawat, rasanya selalu insecure setiap melihat penggambaran remaja pada film yang tidak sesuai dengan penampilan saya. Terlalu sering melihat penggambaran seperti ini, saya jadi punya mindset, “Oh, namanya juga film. Fiksi. Bukan kenyataan”. Tapi setelah saya pikir kembali, kebanyakan film remaja mengangkat isu-isu yang jelas terjadi pada kehidupan nyata. Jadi, kenapa penggambaran para karakternya tidak sesuai juga?

Tapi nggak semua film, kok.

Untungnya, ada beberapa film yang sudah berani melawan ‘standar kecantikan’ ini, lho. Film-film ini juga mengangkat isu remaja yang saya yakin relatable untuk banyak orang, terutama remaja. Melihat imperfections tidak disamarkan, saya jadi lebih merasa nyaman dengan kondisi kulit saya yang jauh dari sempurna, apalagi dibandingkan dengan kulit remaja yang digambarkan lewat film. Apa saja filmnya?

Lady Bird

Dalam film “Lady Bird”, karakter utama yang dibintangi Saoirse Ronan terlihat memiliki jerawat tanpa ditutupi berat oleh makeup. Dalam sebuah interview, Saoirse bilang kalau biasanya wajahnya tidak terlalu bermasalah dengan jerawat, namun penggunaan makeup berat saat shooting bikin wajahnya breakout. Menariknya bukan malah ditutupi, penata rias film ini justru menyarankan untuk memakai kesempatan ini sebagai peluang untuk menggambarkan wajah remaja yang authentic. And she’s completely right!

Euphoria

Serial yang lagi cukup heboh dibincangkan yaitu “Euphoria”, juga terkenal akan menampilkan sosok wajah remaja yang realistis. Walaupun kostum dan makeup-nya cukup out of the box, tekstur kulit sesungguhnya tidak tanggung-tanggung ditunjukkan. Kita masih bisa melihat jerawat dan bruntusan para karakter, seperti Rue yang diperankan Zendaya, tanpa dipaksakan untuk disembunyikan. In the end, kita jadi bisa belajar kalau mau bagaimanapun, makeup itu tidak akan bisa menutupi tekstur dan yang lebih penting, tekstur itu normal banget!

Eighth Grade

Siapa yang saat pertama kali berhadapan dengan jerawat, langsung coba berbagai macam hal untuk nutupinnya? Well, yang jelas saya pernah ada di fase itu. Film “Eighth Grade” menampilkan scene yang karakter utamanya, remaja perempuan 13 tahun, meniru tutorial makeup dari YouTube pada wajahnya yang penuh jerawat di dahi dan dagunya. But then again, that is 100% normal and relatable. Saya hanya bisa pikir, “Akan beda banget ya kalau my 13 year-old self  bisa melihat kulit berjerawat dinormalisasikan lewat layar seperti ini. Mungkin saya nggak akan terlalu insecure“. Karena hal-hal seperti ini membuat rasa nyaman kalau kulit itu memang nggak akan ‘sempurna’.

Baca juga: Gimana Sih Cara Menjaga Kulit Tetap Sehat Meski Sering Terkena Polusi? 

So yes, representation is important!

Well, dengan penggambaran jerawat yang semakin dinormalisasikan seperti ini, saya tambah yakin kalau inisiatif seperti ini dapat melawan miskonsepi kalau jerawat itu adalah sebuah hal yang harus dipermalukan. Melihat representasi karakter melakukan hal-hal remaja — jatuh cinta, berkelahi, cari pengalaman baru, dengan tampilan yang realistis itu perlu because life is going to happen whether you have ‘perfect’ skin or notAnd if you stress too much about having the perfect skin, you will miss out on life.

Semoga representasi kulit berjerawat semakin umum ditampilkan lewat film ya ke depannya. Representation matters. Bukan untuk saya saja, tapi juga untuk semua acne-fighters di luar sana. Kulit mulus? Anggap saja bonus. Nggak punya kulit mulus? Normal dan nggak masalah sama sekali. Hidup jauh lebih dari itu, kok!

 

Image : Netflix, HBO, Vulture. Freepik.

Slow Down

Please wait a moment to post another comment