banner-detik

beauty school

Perubahan Menuju Model yang Lebih Beragam, Hilangkan Standar Kecantikan?

seo-img-article

Sedang ramai dibicarakan, standar kecantikan akhirnya ditantang kembali. Tidak hanya perempuan putih langsing yang tinggi, sekarang model-model yang terpampang lebih beragam dari segi bentuk, warna kulit, ataupun ukuran. Ada yang mendukung, ada juga yang tidak. Yuk simak di sini!

Apa yang pertama kamu pikirkan kalau kamu dengar kata ‘model’? Kalau saya sih, perempuan-perempuan super kurus, biasanya berkulit putih, kulit mulus, rambut lurus, dan tinggi pastinya minimal 170cm. Karakteristik ini sudah seperti sebuah kebutuhan esensial kalau kamu ingin jadi seorang model.

Namun siapa sangka, ternyata beberapa tahun belakangan ini stereotip tersebut pelan-pelan dapat dikurangi. The world is slowly changing, termasuk juga dunia modelling serta pengaruhnya ke berbagai aspek penting. Sekarang, pilihan model untuk berbagai macam brand terlihat lebih beragam, tidak hanya model berpenampilan ‘tipikal’. Banyak yang senang dan lega akhirnya diversity ini dapat diterapkan, namun ada juga yang tidak setuju dengan hal ini. Jadi sebenarnya, perubahan ini diperlukan atau tidak? Dan apa yang bisa kita lakukan?

Pengaruh terhadap standar kecantikan

Pergerakan menuju model-model yang lebih beragam ini tentu berhubungan dengan adanya standar kecantikan di dunia ini. Standar kecantikan yang sepertinya berlaku ke setiap perempuan yang ada itu adalah, well.. models. Seakan-akan kalau kita belum memenuhi ‘syarat-syarat’ penampilan model, kita belum cukup cantik. Saya sendiri sebagai perempuan Indonesia, sangat relate dan struggling soal ini. Kulit saya sawo matang, tidak mulus, badan juga tidak seperti model yang sangat kurus dan tinggi. Dari kecil kalau saya habis liburan ke pantai, keluarga selalu komentar, “Ih kulit kamu gelap sekali, luluran gih!”.

Tentu dengan adanya perubahan, penggunaan model yang lebih beragam, kita yang merasa ‘jauh’ dari standar kecantikan ini merasa terangkul. Akhirnya, wajah dan tubuh yang ditampilkan somehow menjadi realistis untuk kita. Transformasi seperti ini juga mengajarkan bahwa industri dan ataupun media besar bersedia untuk lebih terbuka. Setiap bentuk, wujud, ataupun latar belakang berhak merasa dirinya cantik.

Baca juga:50% Remaja Terintimidasi Standar Kecantikan, Kenapa?

Kenapa ada yang tidak mendukung?

Nah, dengan adanya perubahan, pasti timbul beberapa pihak yang kontra. Peragaman model ini menunjukan model-model dari berbagai macam bentuk tubuh, warna kulit, ataupun etnis. Contohnya, zaman sekarang plus-sized models sudah mulai menjadi sesuatu yang umum. Mungkin beberapa dari kalian ada yang sudah tahu karena sedang ramai dibicarakan, bahwa Victoria Secret mengganti para VS Angels-nya dengan model-model yang lebih beragam, termasuk model plus-sized. Alterasi ini akhirnya sempat menimbulkan kontroversi, karena ada beberapa pihak yang tidak setuju. Kenapa? Karena mereka berpendapat bahwa mengangungkan model-model plus sized itu sama saja dengan mengangungkan badan yang tidak sehat, di saat yang bersamaan tubuh ini tidak memenuhi kriteria standar kecantikan.

Baca juga: Kapan Self Love Menjadi Toxic?

Setiap individu pastinya berhak punya pendapat tersendiri, namun saya pribadi sangat tidak setuju dengan pernyataan itu. Mungkin memang ada sebuah batas tipis antara menjunjung body positivity dan mengidolakan badan tidak sehat. Tapi kenyatannya, setiap bentuk tubuh kan pengaruhnya juga berbeda-beda, mulai dari genetik, umur, atau metabolisme. Mungkin ada orang yang bisa makan junk food tanpa naik berat badan sedikitpun, begitu pula sebaliknya. Lagi pula, memangnya plus-sized itu tidak sehat? Belum tentu bukan? Bisa jadi para model plus-sized ini justru lebih sehat dibanding model lainnya, yang memaksakan diri tidak makan agar terlihat langsing. Menurut saya selama individu tubuh itu sehat, tubuh itu cantik.

So, what can and should we do?

Tidak dapat dipungkiri bahwa membasmi total stereotip negatif standar kecantikan ini adalah hal yang sulit dilakukan. Tentu saja sulit, karena mindset ini sudah ditanam di otak kita sejak dini. Kita tidak bisa mengontrol pola pikir orang lain, tapi, kita bisa mulai dari pola pikir kita sendiri. Menurut saya, setiap individu tidak dapat dibatasi ukuran ‘kecantikannya’ dengan standar yang tidak selalu realistis. Para supermodel yang ada di majalah dan runway itu memang cantik, dan tentu bisa dijadikan inspirasi. Tapi apa berarti yang tidak berpenampilan seperti mereka itu tidak cantik? Ya jelas tidak. Cantik itu luas cakupannya, dan relatif kok bagi setiap individu. Ini dia di mana si ‘standar kecantikan’ ini menjadi suatu hal yang tidak sehat, karena seakan-akan standar ini dijadikan patokan untuk setiap orang. Oleh karena itu perubahan-perubahan seperti ini sangat penting. Apalagi untuk jangka panjang.

Baca juga: Ini Alasan Self-Acceptance Sulit Diterapkan di Dunia Modern

Di zaman digital, ini yang sepertinya informasi itu tidak terbatasi, juga bisa menjadi salah satu sumber edukasi kita. Saya percaya bahwa masyarakat sekarang juga sudah lebih teredukasi dan terbuka akan definisi ‘cantik’ yang lebih luas, beragam, dan inklusif. Kita boleh memiliki definisi kecantikan yang berbeda-beda, namun hal yang salah adalah memaksakan standar dan definisi itu ke orang lain. Walaupun berbeda opini, hal tersimpel yang bisa kita lakukan adalah satu, menghargai!

Baca juga:Tips Agar Percaya Diri dan Mudah Menerapkan Self Love

 

Image : All Women Project, Twitter @/twitterforde, Missbish.com, Instagram @/victoriasecret, Vogue.

Slow Down

Please wait a moment to post another comment