Suka banget sama wewangian? Kenapa nggak jadi perfumer? Yuk kita bahas profesi perfumer di Indonesia bareng Lygia, junior perfumer Mane Indonesia.
Seperti yang saya katakan di artikel “Rekomendasi Beli Vial Parfum Terpercaya“, parfum lagi jadi topik yang dicari orang. Kalau saya sendiri, kenapa jadi into banget sama parfum, karena sebuah wewangian bisa bikin saya ‘traveling’ ke suatu memori saat liburan atau liputan. Dan tentunya parfum bisa banget naikin mood ketika suntuk di rumah saja.
Setelah sebulan lebih saya mengulik dunia parfum, saya baru tahu kalau ternyata di dalamnya ada profesi khususnya, yang disebut sebagai nose atau perfumer. Penasaran nggak sih kalian dengan profesi ini? Saya sendiri penasaran gimana sih seseorang bisa menciptakan wewangian yang enak dan apa saja sih yang harus dijalani untuk menjadi nose atau perfumer untuk brand-brand besar.
Mulai dari rasa penasaran ini, akhirnya saya memutuskan untuk interview perfumer asal Indonesia, yaitu Lygia. Lygia adalah Junior Perfumer dari MANE Indonesia. Siapa tahu nih, kalian suka banget sama parfum dan memang ingin merintis karir di dunia ini, yuk simak obrolan kami.
“Nose atau perfumer adalah peracik parfum. Indra penciuman kami dilatih untuk mengenal molekul-molekul aromatik, supaya kami dapat menggunakan molekul-molekul tersebut untuk menciptakan suatu wewangian yang baru dan sesuai dengan fungsinya. Misalnya untuk parfum, pewangi ruangan, produk laundry, produk rumah tangga, dll.”
“In general, ada 2 jalur untuk menjadi nose, yaitu melalui fragrance house dan independent. Saya jelaskan ya, apa bedanya dari dua jalur ini:
Fragrance house:
Independent:
“Profesi perfumer itu memang masih tergolong jarang, karena belum banyak orang yang tahu kalau perfumer itu sebuah profesi. Saya jelaskan profesi perfumer di fragrance house saja ya, biar lebih gampang. Karir kami di mulai dari perfumery school, setelah lulus kami training di fragrance house selama minimal satu tahun, ada juga yang selama 3 tahun, tergantung program masing-masing perusahaan. Setelah itu, perjalanan karir kami di mulai dari junior perfumer hingga senior perfumer. Nggak ada patokan yang tepat kapan jadi senior atau even master perfumer, tapi yang pasti lama, bisa puluhan tahun. Profesi ini membutuhkan kesabaran dan ketekunan ekstra, karena setiap hari ada pembelajaran baru. We never stop learning.”
“Pernah. Nggak sama sih, tapi mirip. Karena sebenernya material parfum itu-itu saja. Yang namanya ide atau kreativitas, nggak bisa dipungkiri bahwa kita seringkali inspired by everything around us, secara sadar atau nggak sadar. Even when we think that it is 100% our ideas. Kenapa? Karena ide itu muncul dari apa yg pernah kita lihat, dengar, cium, yang tersimpan di otak kita. Bedanya hanya bagaimana otak kita process it differently, itulah kreatifitas kita masing-masing. Jadi menurut saya, wajar saja kalau hasil karya ada yang mirip-mirip. Misalnya, lukisan bunga juga kan banyak banget. Tapi yang bedain adalah stroke-nya, warnanya, teksturnya, etc. Sama hal nya dengan membuat parfum. Fragrance family-nya bisa sama, tapi feeling-nya bisa beda, ornamennya beda, teksturnya beda, dll.
Lalu kalau soal wangi mirip-mirip, sebenarnya industry parfum akan ikutin market maunya apa. Dan di market ada tren-tren tertentu kan. Jadi wajar saja kalau ada notes yang berulang, karena wangi tersebutlah yang lagi nge-tren.”
“Hmmm… Kalau saya pribadi lebih memilih untuk spend time discover banyak parfum, but the purpose is not to buy, just to discover. Fungsinya untuk ngelatih hidung saya, supaya bisa mengenali beda-beda wangi disetiap parfum. Ketika saya discover dan kalau ada yang saya suka, nggak langsung beli juga. Saya akan pikir-pikir dulu, ada nggak parfum di universe yang sama? Misalnya, saya pingin parfum rose. Saya smell banyak parfum rose dulu, sampai saya nemu satu wangi rose yang wanginya cocok selera.
Ketika smell banyak parfum pasti akan nemuin yang mirip-mirip profilenya, tapi pasti ada yang bikin hati tuh lebih senang gitu. Biasanya kalau sudah nemu feeling itu, baru deh aku memutuskan untuk beli parfum tersebut. But that’s me. Saya sangat pemilih, apalagi untuk sampai beli. Mungkin karena I work in the industry, I know how it works, hahaha. Intinya, beli yang bikin senang saja. Tes di kulit, bawa jalan dulu, tes full wear.”
Itu tadi obrolan saya bareng Lygia mengenai profesi menjadi perfumer. Gimana? Makin tertarik dan mau sekolah? Saya pun jadi pingin ngambil course untuk mengenal dunia ini lebih dalam. Kalau kamu mau tanya-tanya lebih lanjut mengenai profesi ini atau hal-hal lain seputar parfum, kamu bisa follow Lygia di akun Instagram-nya, yaitu Thesensory.club atau di blog-nya, yaitu Thesensory Club. Biasanya Lygia akan bahas mengenai ingredients dan insight sebuah parfum!
Foto: Thesensory.club