Tanpa sadar kita sering berkutat pada dua masalah yang itu-itu saja. Masalah itu bernama “I have nothing to wear” dan “I have too much lipsticks”.
Sadar nggak sih, kita sering mengeluhkan masalah ini, padahal ada lusinan pasang baju di lemari, dan jumlah lipstik dengan shade yang nyaris sama terus nambah karena perilaku belanja yang impulsif. Kalau kamu punya problem yang sama, kayaknya kamu harus kenalan sama Marie Kondo.
Sosok asal Jepang ini sukses menginsirasi banyak orang dengan metode decluttering atau berbenah yang disebut KonMari Method. Walaupun nggak sedikit yang menganggap keterampilannya sebagai hal remeh yang bisa dilakukan oleh siapapun, saya merasa apa yang diajarkan Marie lebih dari sekadar beres-beres rumah. Buktinya, metode KonMari-nya ini berhasil menghantarkannya sebagai salah satu dari Time’s 100 most influential people di tahun 2015.
KonMari punya makna lebih luas dari pada sekedar merapikan rumah. KonMari adalah seni membenahi kehidupan mulai dari merapikan barang-barang yang ada di lemari. Caranya adalah dengan membuat space untuk barang-barang yang disebut Marie sebagai “spark joy” atau membawa kebahagiaan bagi diri sendiri. Lalu menyisihkan barang-barang yang nggak spark joy keluar dari lemari.
Lalu, barang-barang seperti apa sih, yang spark joy? Coba lihat ke dalam lemari baju dan meja riasmu. Kalau kamu merasa semua barang yang ada di dalamnya memancarkan kebahagiaan, coba pikir lagi, jangan-jangan kamu cuma mempertahankan sebagian barang karena “sayang”. Padahal bisa jadi banyak baju tak terpakai, karena sudah sempit atau longgar, or just because it’s no longer on the trend.
Baca juga: Mindful Shopping di Musim Liburan, Bisa Nggak Ya?
Coba lihat pula ke dalam laci makeup mu, siapa tahu ada beberapa eye shadow palette yang jarang sekali dipakai, atau makeup brush yang nggak pernah dipakai sama sekali. Bahkan mungkin beberapa diantara koleksi makeupmu sudah ada yang kadaluwarsa (dan tanpa sadar masih kamu gunakan, bahaya kan).
Lemari yang penuh dan berantakan bisa berdampak secara emosional pada diri kamu, lho. Dilansir dari Psychology Today: “the emotional impact of the clutter further reinforces distress… clutter creates a ‘brain dance’, an agitation and inability to think clearly amidst the stuff”.
Okay, but… selalu ada “tapi” tiap ingin memulai beres-beres. Yakin bilang beres-beres itu gampang? Nah, kamu bisa mengaplikasikan Metode KonMari ini untuk decluttering isi lemari mu. Kalau ingin tahu lebih lanjut tentang KonMari, saya saranin buat nonton reality show Netflix berjudul “Tidying Up With Marie Kondo”.
Intinya, metode KonMari berusaha untuk memisahkan antara barang-barang yang spark joy dan nggak spark joy. Setelah dipisahkan, tata kembali barang-barang yang spark joy di dalam lemari dengan rapi. Selanjutnya kamu bisa menentukan nasib dari barang-barang yang nggak spark joy.
Jangan buru-buru dibuang! They might be not spark joy to you anymore, but maybe they will spark joy to others.
Pakaian yang sudah nggak terpakai bisa didonasikan buat orang-orang yang membutuhkan. Misalnya saja, kaus dan jaket kepanitiaan di kampus yang nggak terpakai lagi, atau beberapa baju yang sudah kekecilan. Pakaian-pakaian ini mungkin sudah kehilangan functional benefit-nya di kamu, tapi bisa jadi sangat dibutuhkan bagi orang lain. Misalnya saja untuk korban bencana, seperti korban bencana banjir Jabodetabek beberapa waktu lalu.
Namun pastikan pakaian yang ingin didonasikan dalam kondisi baik dan laik pakai. Selain itu, pastikan baju yang kamu donasikan memiliki nilai guna dan sesuai kebutuhan. Misalnya, kaus, jaket, dan celana panjang untuk korban bencana alam. Nggak mungkin kan, kamu menyumbangkan little black dress untuk korban bencana? Nggak bakalan ada gunanya!
Nggak perlu nunggu terjadi bencana alam dulu untuk donasi pakaian! Setelah merapikan isi lemari, kamu bisa berdonasi lewat komunitas-komunitas sosial seperti Sadari Sedari dan Setali Indonesia.
Baca juga: Suka Pakai Sheet Mask? Yuk! Sumbangkan Bungkusnya Ke Golimbah!
Nggak semua isi lemari cocok untuk didonasikan. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, barang-barang yang didonasikan harus memberikan functional benefit bagi yang diberikan. Contoh barang yang mungkin kurang memiliki functional benefit untuk didonasikan adalah aksesoris seperti tas dan sepatu baik yang branded maupun unbranded, serta makeup dan tools lainnya.
Bukannya nggak boleh untuk menyumbangkan barang branded atau mahal, selama punya usable untuk yang diberikan, malahan akan sangat bagus. Namun, selain donasi, barang-barang preloved-mu juga dapat dijual kembali. Jadi, setelah merapikan isi lemari, kamu bisa promosikan lewat Instagram, bikin garage sale di garasi rumah, atau jual di platform seperti Tinkerlust dan Carousell. Hasil penjualan preloved stuff bisa dialokasikan untuk keperluan lain, disimpan, atau disumbangkan kembali.
Kamu juga bisa mewariskan baju, tas, sepatu, makeup dan lainnya yang sudah jarang atau hampir nggak pernah digunakan sama sekali pada orang-orang terdekat misalnya adik, kakak atau sepupu. Saya sendiri bahkan sering “mewariskan” beberapa produk skincare yang ternyata nggak cocok di kulit saya pada ibu dan sahabat saya. Dari pada mubazir dan menuh-menuhin lemari, ya kan?
Mumpung masih awal tahun, boleh lah menambahkan agenda merapikan isi lemari ala KonMari dalam resolusi tahun ini. Dijamin kamu nggak bakalan rugi. Malahan selain menciptakan space dan merapikan isi lemari, melalui decluttering kamu sudah memulai langkah awal untuk minimalist lifestyle, mengingatkan pada rasa syukur, serta menciptakan kesempatan berbagi dengan orang-orang disekitar. Kamu juga berkontribusi terhadap kelestarian bumi dengan nggak membuang lebih banyak limbah tekstil dan kosmetik. Tapi ingat… setelah merapikan isi lemari jangan sampai hoarding barang-barang yang nggak diperlukan lagi saat ke mall, keep mindful, ya!
Foto: Freepik.com.