
Indonesia nggak berhenti menayangkan karya yang menarik untuk ditonton. Kali ini, film tersebut datang dari Joko Anwar yaitu ‘Pengepungan di Bukit Duri’!
Film ‘Pengepungan di Bukit Duri’ menjadi film comeback-nya Joko Anwar yang membawa genre berbeda dari biasanya. Jika biasanya horor bersangkutan dengan hantu, kali ini bersangkutan dengan isu sosial. Horor di film ini maksudnya adalah mimpi buruk bagi yang pernah bersinggungan langsung dengan kerusuhan 1998. Film ini mengikuti kisah Edwin, yang masa kecilnya menjadi korban rasisme bersama kakaknya. Ketika dewasa, ia sudah tumbuh menjadi guru yang penuh ambisi.
Edwin (Morgan Oey) mengajar di berbagai sekolah untuk menemukan ponakannya yang hilang. Pencarian tersebut kemudian menjadi sebuah drama penuh pertumpahan darah di SMA Duri, tempatnya mengajar. Segala macam isu sosial yang terjadi di sekolah digambarkan secara jelas, mulai dari bagaimana guru nggak dihormati oleh murid, hingga sekelompok murid yang melakukan tindakan menyimpang. Sayangnya, Edwin harus melalui konflik yang rumit ketika berhadapan dengan Jefri (Omara Esteghlal).
Baca juga: Mengenal Ryan Adriandhy, Sosok di Balik Film Animasi ‘Jumbo’

Bukan waktu yang sebentar untuk menggodok cerita menjadi sebuah film yang banyak pelajaran bagi pelajar dan orang tua yang membimbing anaknya. Film ini diketahui telah memakan waktu pembuatan skenario selama 17 tahun. Dalam sebuah wawancara, Joko Anwar mengakui jika ia membutuhkan waktu tersebut untuk mendapatkan kedewasaan dan kematangan dalam pembuatan film. Ia ingin menciptakan sebuah karya yang nggak cuma menghibur, tetapi juga menyampaikan isu penting di balik ceritanya.

Siapa sangka, ternyata film Indonesia kali ini bekerja sama dengan Amazon MGM Studios, sebuah studio besar skala internasional yang berbasis di Hollywood. Hal ini menjadi bukti kekuatan industri film Indonesia yang mampu menarik pasar global. Kolaborasi ini juga memberikan Joko Anwar kesempatan untuk menunjukkan kualitas produksi yang tinggi dengan standar internasional.
Baca juga: Shin Min Ah hingga Lee Jong Suk Bersatu di Drama Epik ‘The Remarried Empress’

Sekolah yang nggak tampak seperti sekolah, melainkan seperti gudang. Set sekolah ini ternyata dibuat dari nol dan memakan waktu hingga 2 bulan untuk menyelesaikannya. Lokasi ini menjadi saksi pertumpahan darah Pak Edwin, dan para murid pemberontak yang sulit meredakan emosinya. Dengan membantu set dari nol ini, membuktikan jika Joko Anwar benar-benar serius dalam memproduksi film berkualitas tinggi yang dapat dinikmati penonton.

Film yang menyangkut isu sosial ini, memiliki tema anti kekerasan yang sangat melekat dengan keresahan pelajar di Indonesia. Di film ini lebih banyak menggambarkan kekerasan dan konflik yang terjadi di sekolah, serta hubungan remaja dan orang dewasa yang nggak akur. Film ini akan menyadarkan kita bagaimana sebaiknya hidup sebagai manusia yang normal-normal saja, nggak perlu pakai kekerasan yang hanya akan membuat diri kita jatuh ke dalam rasa luka penyesalan yang hebat.
Baca juga: Debut yang Sukses! ENHYPEN Tampil Memukau di Coachella 2025

Alih-alih menggunakan latar waktu yang berhenti di masa lalu atau mengikuti kisah saat ini, Joko Anwar memilih untuk menggunakan masa depan di tahun 2027. Keputusan ini akan menggambarkan bagaimana hancurnya sistem di masa depan, jika masalah sosial nggak dikendalikan mulai dari sekarang. Masyarakat yang terpecah belah akibat diskriminasi dan kebencian akan terus meresahkan sekeliling. Bukan menakut-nakuti dan menjadi sebuah doa, namun penggambaran situasi ini bisa saja terjadi jika nggak ada pencegahan yang layak.
Itulah beberapa fakta menarik seputar film ‘Pengepungan di Bukit Duri’. Film ini sudah dapat disaksikan sejak 17 April dan pastikan untuk menonton dalam keadaan sehat dan nggak sambil mengonsumsi kopi, karena akan memicu asam lambung! Sebab film ini bisa bikin murka dan deg-degan dari awal hingga akhir film.
Selamat menonton!
Image: dok. Pengepungan di Bukit Duri