banner-detik

style

Gen Z dan Kebiasaan Belanja yang Sustainable

seo-img-article

Dalam urusan belanja barang-barang fashion, Gen Z ternyata punya kebiasaan belanja yang lebih sustainable, lho.

Akhir-akhir ini saya melihat bahwa telah terjadi pergeseran kebiasaan berbelanja di kalangan generasi sekarang, khususnya Gen Z. Karena dampak negatif dari perubahan iklim terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, oleh karena itu banyak generasi muda sekarang mulai mengambil langkah maju dalam mengambil tindakan lebih melalui mendukung keberlanjutan. Salah satu dari banyak cara yang dapat dipupuk adalah melalui sustainable shopping—khususnya sustainable fashion.

Jadi apa itu sustainable fashion?

Ini adalah pakaian dan aksesori yang diproduksi dengan cara yang lebih etis dan aman bagi lingkungan. Tapi muncul lagi pertanyaan lain––apa yang dianggap aman bagi lingkungan? Untuk sesuatu bisa dianggap aman bagi lingkungan, harus ada upaya untuk meminimalisir kerusakan lingkungan. Bisa melibatkan penggunaan bahan pakaian daur ulang atau organik, desain yang tidak melulu mengikuti tren, memproduksi pakaian dalam jumlah kecil, dll.

Yang membuat sustainable fashion menjadi penting, apalagi di kalangan Gen Z, adalah karena fashion telah menjadi salah satu faktor terbesar penyebab kerusakan lingkungan. Hal ini karena munculnya fast fashion, dimana ia mengambil bagian dalam banyak masalah seperti modern-day slavery, polusi beracun, dan penghilangan karbon. Fast fashion itu murah, trendi, dan gampang diakses–– pasti sering menemukan merek seperti H&M, Forever 21, atau Zara di kebanyakam mal. Oleh karena itu, orang biasanya tertarik untuk membeli pakaian dari merek fast fashion, termasuk saya pas masih kecil.

Namun, ketika saya masih lebih muda, tidak banyak wacana seputar kerugian yang diakibatkan oleh fast fashion. Saya sendiri baru mulai mendengar istilah “fast fashion” ketika saya berada di sekolah menengah. Saya tidak pernah melihat merek pakaian seperti H&M dan Zara sebagai  merek “buruk” karena, selama tahun-tahun sekolah dasar saya, fast fashion ini biasanya diiklankan oleh selebriti ataupun media, dan hal ini dianggap sangatlah wajar.

Hingga akhirnya sampai tahun sekolah menengah, di mana saya mulai melihat sustainable fashion menjadi lebih signifikan di antara shopping habit Gen Z. Seiring dengan semakin meluasnya pendidikan tentang dampak fast fashion di kalangan generasi muda, orang-orang mulai memprioritaskan brand values daripada tren. Termasuk saya, masyarakat juga lebih tertarik untuk membeli pakaian dari merek lokal, karena biasanya mereka memproduksi pakaian dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan merek fast fashion. Itu juga membantu memberi merek lokal kesempatan untuk berkembang dan menjangkau audiens yang lebih besar.

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by LUA (@lua.archives)

Dengan munculnya media sosial saat ini, semakin banyak orang––terutama kaum muda, telah mulai membangun sustainable clothing line mereka sendiri di platform online seperti Instagram. Generasi muda telah memanfaatkan sepenuhnya platform media sosial seperti Instagram dengan mengubahnya menjadi outlet di mana mereka dapat mempublikasikan karya kreatif mereka sendiri. Jadi, motivasi mereka untuk mendorong sustainable fashion telah membantu mereka untuk menciptakan clothing line mereka sendiri yang lebih etis sebagai alternatif dari fast fashion untuk kita semua. Salah satu brand lokal yang melakukan upcycle pakaian dan membuatnya menjadi terlihat super unik adalah Rethread, di mana mereka memiliki prinsip bahwa tidak boleh ada satu pakaian pun yang boleh dibuang walau sudah mengalami kerusakan.

Nah selain itu, tentunya nggak jarang juga banyak sekali Gen Z yang jauh lebih suka thrifting dengan kualitas yang tidak kalah dengan barang bermerek lainnya yang ada di mal. Kalau kamu newbie sama thrifting, coba cek deh beberapa hal yang perlu diketahui sebelum kamu hunting barang-barang secondhand ini.

 

Image: Megan Lee, Kaylin Pacheco

Slow Down

Please wait a moment to post another comment