banner-detik

lifestyle

Alasan Mengapa Kita Harus Percaya Korban dan Penyintas Kekerasan Seksual Dulu

seo-img-article

Meski belum tentu benar, kenapa kita harus percaya korban dan penyintas kekerasan seksual terlebih dulu?

Akhir-akhir ini banyak sekali berita tentang kekerasan seksual yang terjadi baik di dalam mau pun di luar negeri. Nggak jarang, terduga pelaku merupakan orang dengan posisi yang tinggi atau punya privilege tertentu, seperti popularitas, status finansial, paras good looking, atau pun citra baik yang sudah lama dibangun.

Memang kadang sulit untuk menerima kenyataan bahwa orang yang kita kagumi merupakan pelaku kekerasan seksual. “Kayaknya nggak mungkin deh!” “Selama ini track record dia baik kok.” dan berbagai macam justifikasi kita buat di kepala untuk melepaskan label baru yang menempel pada orang ini.

Nggak jarang korban yang menyuarakan pengalamannya justru nggak didengar atau lebih parahnya dianggap pembohong. Alasannya bisa karena identitas korban yang anonimus atau hanya berupa inisial, sehingga eksistensinya dianggap nggak nyata. Padahal privasi identitas merupakan hak dari korban, sekaligus untuk melindungi dirinya dari perundungan lanjutan.

Selain itu bisa juga karena identitas korban memang diketahui publik dan latar belakang kehidupannya ternyata tidak 100% ‘bersih’. Muncul lagi pernyataan-pernyataan yang semakin menyudutkan korban, seperti “Ah, saat itu dia lagi mabuk kan?” “Kok kejadian sudah lama, baru dibahas sekarang?”, “Memangnya nggak bisa melawan??” atau the infamous “Waktu kejadian, korban lagi pakai baju apa? Baju yang terbuka ya pasti?” Familiar kan dengan pertanyaan semacam ini?

Ketika ada berita soal kekerasan seksual, saya selalu ingat kalimat yang pernah lewat di Timeline Twitter saya beberapa tahun lalu, “Selalu percaya dulu sama korban. Kalau pun dia ternyata berbohong, kita hanya jadi orang yang berhasil dibohongi. Tapi kalau omongannya benar, berarti kita sempat berpihak pada pelaku kekerasan seksual.”

Yang dimaksud di sini bukan semerta-merta percaya 100% bahwa terduga pelaku pasti salah dan kita langsung menghakimi sendiri ya. Percaya dengan korban atau penyintas bisa dengan bentuk menunjukkan simpati, nggak langsung menyerang dengan pernyataan yang bisa menyudutkan mereka, dan ikut mengawal perkembangan kasusnya.

Lalu, kenapa kita perlu percaya pada korban atau penyintas kekerasan seksual meski belum terbukti kebenarannya?

Speak-up itu nggak mudah dan menakutkan

Bicara tentang pengalaman sebagai korban kekerasan seksual itu butuh keberanian ekstra. Sama sekali nggak gampang. Sebelum orang lain melontarkan kata-kata yang menyudutkan, korban pun sudah kepikiran juga kok. Semua berkat budaya normalisasi kekerasan seksual yang sudah terinternalisasi di masyarakat. Makanya banyak korban yang memilih untuk merahasiakan identitasnya atau baru membuat laporan beberapa bulan bahkan tahun setelah kejadian.

Trauma dan posisi korban yang rentan

Coba sebentar saja posisikan dirimu sebagai korban. Nggak perlu mengalami langsung atau pun kenal dengan korban kekerasan untuk bersimpati dan berempati. It just needs a few minutes to think of yourself in their shoes.

Trauma yang dirasakan nggak hanya terjadi sekali saat kejadian. It will follow you every where you go, every second of your life. Terlebih lagi ketika pelaku masih hidup bebas dengan tenang atau ketika ada kejadian serupa juga yang terjadi lagi.

Selain trauma ketika tindak kekerasan terjadi, penolakan dari berbagai pihak setelah speak-up juga bisa membuat trauma baru. Misalnya dari pihak berwajib yang tidak menangani laporan dengan serius, dari keluarga yang lebih memilih untuk diam ketimbang jadi omongan tetangga, dan sekarang sudah lebih advanced lagi: warga net yang bahkan nggak tahu korban sama sekali bisa dengan mudah langsung menghakimi. Alhasil korban semakin merasa sendirian tanpa dukungan.

Ditambah lagi dengan doxxing yang sekarang marak terjadi. Mengorek masa lalu korban, mencari tahu latar belakangnya, atau yang parah sampai dicari alamat rumah dan nomor teleponnya untuk diintimidasi lebih lanjut. Padahal info-info tambahan ini juga sebenarnya nggak relevan tuh untuk kita yang hanya by-standers. 

Kalau kamu adalah penyintas kekerasan seksual atau kekerasan dalam bentuk apa pun, I wish you nothing but a safe life and peaceful healing. Ingat kalau hal yang terjadi bukan salahmu dan kamu nggak berjuang sendirian. You are not wrong for speaking up about your experience either. 

Kekerasan seksual terjadi karena pelaku yang bertindak. Mau sampai kapan terus menyudutkan dan menyalahkan korban?

 

Image: Freepik

Slow Down

Please wait a moment to post another comment