banner-detik

peace of mind

Melihat Dunia di Balik Tembok Rumah Sakit Jiwa

seo-img-article

WhatsApp Image 2020-01-21 at 22.34.16 (1)

Tak kenal maka tak sayang. Itu yang saya pelajari ketika saya mengunjungi rumah sakit jiwa di daerah Grogol Jakarta, rumah sakit jiwa pertama yang pernah saya kunjungi.

Jujur, dengan banyaknya persepsi tentang orang ‘sakit jiwa’ yang ditunjukkan lewat televisi, saya selalu punya rasa takut kalau bertemu dengan orang sakit jiwa. Sampai-sampai, saya mempersiapkan diri kalau tiba-tiba ada pasien yang menyerang saya setiba di rumah sakit jiwa! Tapi, sejak kunjungan saya ke rumah sakit jiwa di Grogol ini, saya belajar ternyata nggak semua penderita sakit jiwa itu menyeramkan kok 🙂 .

Kunjungan ini, saya lakukan bersama beberapa teman saya, dalam rangka membantu prosesi ibadah yang dilakukan rutin oleh BLESSING Care Community, setiap hari Senin. Ibadah ini, dilakukan di sebuah ruangan, di mana para pasien duduk mendengarkan pemimpin ibadah yang berdiri di depan, sambil sekali-sekali bernyanyi mengikuti ritual ibadah.

First impression, yang saya dapatkan ketika pertama kali memasuki ruangan, adalah ternyata mereka nggak seseram yang saya kira! Beberapa pasien yang mengalami gangguan mental, memang ada yang terlihat secara fisik, tapi ada beberapa pasien yang nggak kelihatan sama sekali. Bahkan, ada pasien yang saya kira sebagai petugas rumah sakit!

WhatsApp Image 2020-01-21 at 22.34.16

Bersama para volunteer.

Di dalam salah satu prosesi ibadah, pasien yang masih bisa lancar berbicara, berbagi pengalamannya kenapa dirinya bisa di rawat di RSJ. Saya juga menyempatkan diri ngobrol dengan para volunteer dari BLESSING Care Community, untuk menanyakan latar belakang masing-masing pasien. Berikut adalah beberapa percakapan yang saya lakukan:

WhatsApp Image 2020-01-21 at 22.34.18 (2)

Baca juga: Pernah Diperkosa? This is NOT The End for You!

Apa aja sih, yang jadi penyebab seseorang bisa dirawat di rumah sakit jiwa?

Penderita gangguan jiwa dirawat di rumah sakit jiwa karena adanya tekanan yang terjadi di dalam diri, yang tidak dapat diatasi oleh dirinya sendiri, sehingga memerluan pertolongan dari luar diri mereka untuk memulihkan keadaan yang sedang dialami. Besarnya perawatan yang diperlukan bagi masing-masing pasien juga tergantung kondisi, diagnosa masing-masing pasien. Salah satu pasien, seorang lelaki berusia 50-an,  mengalami keinginan bunuh diri yang sangat kuat dan tak terkendali. Walaupun dirinya nggak membahayakan orang lain, tapi pasien sendiri, menyadari bahwa dirinya perlu pengawasan, sehingga secara sukarela di rawat di tempat ini.

Menurutnya, lebih baik ada dalam lingkungan seperti ini. Di mana, dirinya bisa berkontribusi membantu para petugas dan dikelilingi oleh orang lainnya, dibandingkan berada di rumah, dalam kondisi sepi sehingga timbul niat bunuh diri. Ada juga yang harus kami rawat dan berikan pengawasan lebih, bagi mereka yang menunjukkan perilaku emosi agresif, yang nggak terkendalikan. Contohnya seperti melukai diri sendiri, orang lain, serta berhalusinasi tentang berbagai macam hal yang nggak-nggak. Bahkan ada salah satu pasien di sini, dimasukan ke rumah sakit jiwa oleh suaminya sendiri, akibat nggak tahan menghadapi mood swings yang dialami istrinya. Hal ini dilakukan sang suami, akibat minimnya pengetahuan akan gangguan mental.

Pernahkah ada kejadian membahayakan antara pasien dan pengunjung?

Baru saja minggu lalu ada kejadian ketika prosesi ibadah sedang dilakukan. Salah satu volunteer ibadah yang sedang bermain drum, dihampiri oleh seorang pasien lelaki usia 50-an. Kagetnya, sang pasien tiba-tiba hendak memukul sang volunteer. Jadi, ternyata pasien berhalusinasi dan teringat akan salah satu penyebab gangguan mentalnya, yaitu kepedihan akibat mantan istrinya yang selingkuh. Kebetulan, sang volunteer memiliki fitur wajah yang mirip, dengan lelaki selingkuhan istrinya. Tapi untungnya volunteer sama sekali nggak terluka kok. Namanya orang sakit jiwa, pasti kita tetap harus waspada kalau ada beberapa hal yang bisa men-trigger mereka menjadi agresif. Tapi untuk pasien yang punya gejala semacam ini, selalu di awasi dengan ketat oleh para penjaga. Kami tetap memastikan agar nggak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

WhatsApp Image 2020-01-21 at 22.34.18

Adakah kemungkinan untuk mereka sembuh?

Tentu saja ada. Beberapa pasien yang sudah sembuh, bahkan kembali ke rumah sakit jiwa untuk bantu-bantu bekerja di sini, supaya bisa memotivasi pasien lain, agar bisa sembuh seperti dirinya. Ada juga yang masih dalam proses rehabilitasi dan perlahan-lahan, telah memperlihatkan progress yang signifikan, dibandingkan dengan awal mereka baru masuk.

Baca juga: Insecurity Kills, Jangan Jadikan Makeup Bagian Dirimu Sepenuhnya!

Apa sih yang jadi kendala bagi para pasien selama ini?

Gangguan jiwa terjadi atas berbagai macam pemicu, mulai dari genetik hingga lingkungan di sekitar pasien. Nggak jarang ketika pasien sembuh dan kembali ke keluarga masing-masing, malah kembali nggak stabil. Biasanya hal ini terjadi karena lingkungan di sekitarnya, sehingga kembali memicu penyakitnya untuk timbul.

Jadi, salah satu tantangan terbesar ya, menemukan lingkungan positif, bagi mereka di luar perawatan rumah sakit. Belum lagi, beberapa masyarakat masih memiliki stigma yang buruk terhadap pasien rumah sakit jiwa, atau bekas pasien rumah sakit jiwa. Di mana ini membuat mereka makin merasa terpencil dan terdesak. Itu alasannya kenapa kami ingin menyediakan tempat ,atau wadah bagi para penderita sakit jiwa, maupun yang sudah sembuh di tempat ini.

WhatsApp Image 2020-01-21 at 22.34.17

Ngobrol dengan para volunteer di rumah sakit jiwa membuat hati saya terenyuh dan tergerak untuk berbicara dengan salah satu pasien. Berhubung nggak banyak dari mereka yang bisa di ajak fokus berkomunikasi, saya memilih berbicara dengan salah satu pasien yang terlihat sudah menuju ke proses sembuh total.

“Mungkin, banyak orang mengira orang yang berada di rumah sakit jiwa itu berada dalam posisi yang terendah dan terhina. Seolah-olah, kehidupan kami berakhir. Tapi nyatanya, di sini kehidupan kami masih berlanjut. Kami bersama-sama berjuang untuk sembuh demi kehidupan yang lebih baik di luar sana. Kami masih percaya akan ada masa depan yang lebih baik bagi kami. Kami bukan seseorang yang perlu ditakuti.”

WhatsApp Image 2020-01-21 at 22.34.18 (1)

Baca juga: Kisah Miris Dibalik Pembuatan Highlighter

Penderita sakit jiwa bukanlah musuh, they are also a victim of their sickness, itu yang membuat beberapa dari mereka jadi membahayakan. Tapi pada dasarnya, mereka adalah orang-orang seperti kamu dan saya, yang perlu dukungan dari lingkungan sekitar untuk sembuh. Oleh karena itu, masih perlu banyak uluran tangan dari kita terhadap orang-orang yang juga mungkin mengalami hal yang sama.

Banyak di sekitar kita juga yang memiliki gangguan mental, tapi sayangnya nggak terdiagnosa. Men-cap mereka ‘gila’ nggak akan menyelesaikan masalah. Kita sebagai orang yang merasa diri kita ‘normal’, justru perlu buka mata lebar-lebar dan menolong mereka yang memerlukan bantuan.

Ini adalah pengalaman yang berharga dan membuat saya ingin berkunjung lagi! Buat kamu yang ingin terlibat membantu mereka dan tertarik untuk menjadi volunteer, kamu bisa menghubungi BLESSING Care Community di nomor 089 8899 8751 (Marshal Blessing).

So, gimana menurut kalian? Adakah yang pernah mengalami kejadian dengan penderita sakit jiwa, atau adakah yang pernah mengalaminya? Jangan malu untuk share di komen ya!

*Photo by : @marilynajah – wajah pasien tidak dipublikasikan untuk kepentingan privasi.

Slow Down

Please wait a moment to post another comment