banner-detik

bath n body

Cinta Diri Sendiri dan Menerima Kekurangan Itu Penting

seo-img-article

Membaca salah satu artikel Female Daily mengenai self-acceptance membuat saya berpikir lagi tentang diri saya. Kira-kira seberapa penting ya cinta diri sendiri dan menerima kekurangan diri sendiri?

 

Di artikel  buatan Citra yang satu ini, menunjukkan bahwa insecurities dimulai dari image ‘cantik sosial ideal’ yang tersebar di dunia maya. Mulai dari kulit putih, badan kurus, kulit tubuh mulus tanpa stretchmark, maupun bekas jerawat yang mengganggu. Padahal, tidak semua perempuan, bahkan tidak semua manusia terlahir dengan good gene pool. Tapi pernah nggak sih, kita menyadari bahwa ‘cantik sosial ideal’ itu dimulai dari rumah sendiri?

o-BODY-POSITIVE-GIFT-GUIDE-facebook

Masih teringat jelas di benak saya, pada usia 11 tahun saya mulai dipaksa diet oleh orang tua saya. Waktu itu berat saya 58 kg, cukup terlihat tambun jika dibandingkan dengan teman-teman saya. Saya sendiri mulai menggunakan wired bra di saat semua teman-teman saya masih menggunakan miniset. Tubuh yang tergolong besar, pertumbuhan payudara, dan desakan orang tua membuat saya merasa tertekan. Bahkan orang tua saya memaksakan untuk menggunakan bra setiap saat termasuk tidur untuk mencegah payudara menjadi kendur! Mulailah ter-setting di otak saya, bahwa cantik itu berarti kurus. Cantik itu berarti payudara kencang. Cantik itu harus seperti para model sampul majalah yang faktanya, tidak sesuai dengan tubuh saya.

o-STRETCH-MARKS-facebook

Di usia 12 tahun, saya mulai memiliki stretchmark pertama. Maklum, setelah menstruasi, berat badan saya naik tidak karuan entah mengapa. Dari situ orang tua saya mulai men-judge saya bahkan melontarkan hinaan negatif seperti, “Kamu tuh gendut!”, “Laki-laki nggak ada yang mau sama perempuan gendut lho!”, “Apaan masih kecil gini sudah bergaris-garis kayak perempuan yang habis melahirkan!”. Bayangkan hal ini terjadi pada adikmu yang masih berusia 12 tahun.

Diperparah saat 19 tahun saya berhasil menurunkan berat badan 30 kg. Orang tua saya terlihat sangat senang, tetapi tetap memaksa untuk melakukan diet terus menerus hingga berat badan saya mencapai berat badan a la model. Sebaliknya, saya justru terkena bulimia dan kecanduan pencahar. Saya juga mulai terkena jerawat hormonal yang membekas hingga saat ini. Dan pendapat mereka? “Muka kamu hancur ya sekarang. Kebanyakan skincare sih!”

Screen Shot 2019-09-24 at 3.35.23 PM

Aside of that, saya kini telah belajar mencintai diri saya sendiri. Saya tidak peduli lagi dengan kekurangan saya, gemuk, kurus, payudara kencang, payudara kendur, wajah mulus, wajah berjerawat semuanya adalah sebuah perjalanan hidup yang harus kita lalui. Remember, things happened for a reason, either a blessing or a lesson. Belajarlah untuk menerima setiap kekurangan di dalam dirimu, duniamu belum berakhir hanya karena double chin atau bekas jerawat di pipi. Lakukan yang terbaik untuk merawat tubuhmu, karena kamu cuma punya satu tubuh di dunia ini.

landscape-1465397603-runwayriot-may2016-24-3

I know it might sound a little too much information, tapi biarlah cerita pribadi saya menjadi pelajaran bagi kita semua. Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang mempunyai dua fungsi, yaitu mendengarkan dan berbicara (atau mencemooh). Bila kelak kita menjadi orang tua, atau dekat dengan manusia sosial lainnya, manfaatkan waktu untuk mendengarkan. Berbicaralah hal-hal baik yang membuat menusia lain menerima kekurangan dan cinta terhadap dirinya sendiri. Don’t use your mouth to bring others down, use them to showering yourself (and others) with happiness and peace. Dengan begitu, kamu pun akan mendapatkan self-acceptance di dirimu sendiri—karena kamu telah berdamai dengan dirimu sebelum berdamai dengan kekurangan orang lain!

Slow Down

Please wait a moment to post another comment