The Body Shop baru saja meraih sebuah pencapaian baru, yaitu memiliki 1 juta member di Indonesia! Wow, banyak ya! Apakah kamu salah satunya? Penasaran soal ini, saya akhirnya berbincang dengan CEO The Body Shop Indonesia, Pak Aryo Widiwardhono.
Masih ingatkah kamu produk apa yang dipakai pertama kali? Sebagai salah satu membernya, saya merasa bahwa The Body Shop memang salah satu brand yang terlihat sekali sangat dicintai oleh pelanggannya. Saya masih ingat bahwa White Musk Perfume Oil adalah produk pertama yang saya pakai dan bikinlangsung jatuh cinta. Saat itu tahun 1999, usia saya masih 11 tahun. Tentu itu bukan parfum milik saya, tapi parfum ibu saya yang saya pakai diam-diam. Ibu saya adalah pengguna setia sejak The Body Shop hadir di Indonesia. Kemudian saat beranjak remaja, saya jadi nggak mau kalah, ikut pula cari tahu dan mengeksplor produk-produk The Body Shop yang bisa dipakai oleh usia saat itu, misalnya body mist, lip balm, dan shower gel. Kemudian waktu terus berjalan, 8 tahun terakhir saya nggak pernah absen beli The Body Shop Tea Tree Clearing Facial Wash, dan rasanya setiap kali ke mall, sulit untuk nggak mampir sebentar ke gerainya: melihat produk-produk baru, menghirup aroma favorit, atau sekadar memantau produk mana yang bisa jadi wishlist. Saya yakin di antara kamu juga pasti punya pengalaman yang serupa.
Makanya, ketika di suatu waktu bisa bertemu dengan CEO The Body Shop Indonesia, Pak Aryo Widiwardhono, saya nggak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu untuk tahu lebih banyak tentang salah satu brand kesayangan saya ini. Yuk, simak bincang-bincang kami!
Saya rasa ini kombinasi dari banyak hal. Product is the hero, tapi it’s not just the product that gives you “look good” and “feel good”, tapi juga “do good”, yang nggak banyak brand lain di luar sana yang bisa menularkan semangat ini. Jadi, dengan memakai The Body Shop, kamu bisa merasakan bahwa kamu juga “doing good”. Misalnya dengan membeli produk Tea Tree, kita juga membantu para petani di Kenya. Ketika kita beli produk-produk Aloe Vera, kita sangat membantu para petani di Mexico. Waktu kita beli British Rose, kita juga membantu para petani mawar putih di Inggris. Dan seterusnya.
Kisah look good, feel good, dan do good ini melekat sekali. Kami juga terus berinovasi. 30% penjualan The Body Shop setiap tahun itu berasal dari produk-produk baru lho! Kami juga terus berusaha merejuvenasi produk-produk seiring berjalannya waktu. Makanya, meskipun usia The Body Shop nggak muda, tapi para milenial dan gen-z sekarang juga banyak yang pakai. The Body Shop nggak terasa seperti brand yang “jadul” bagi mereka. The way we talk to them, the way we present ourselves, the way we rejuvenate our stores, itu sangat berpengaruh pada kekuatan brand secara keseluruhan.
Store kami nggak pernah nambah banyak kok, total ada 145 saja se-Indonesia, tapi orang nggak tahu bahwa di balik itu ada perjuangan menutup toko-toko, dan membuka kembali di lokasi yang lebih strategis. Di beberapa mall seperti PVJ Bandung, kami ubah jadi lebih modern. Gerai PVJ Bandung adalah paling besar dan menarik, ada LCD yang seru, konsepnya supaya pelanggan merasakan pengalaman lebih setiap kali ke sana. Cara-cara itulah yang bikin The Body Shop tetap relevan.
Kami percaya bahwa produk yang kami jual itu butuh interaksi “smell, touch, and feel.” Betul bahwa online berkembang pesat, sekarang banyak cewek beli lipstik dengan mudah hanya dengan melihat foto, tapi buat The Body Shop kami merasa toko itu tetap perlu. Buktinya, sampai sekarang di seluruh dunia, penjualan dari toko masih memberikan kontribusi terbesar.
Tapi kami tidak memungkiri juga bahwa online sangat berpengaruh juga pada penjualan offline. Makanya kami melakukan banyak hal di bidang digital, untuk memperbaiki presentasi kami di online. Website baru saja diperbaiki, dan dalam waktu dekat kami akan meluncurkan mobile app yang baru. Hopefully bisa rampung di awal tahun 2010. Tentunya dari penampakan konten di media sosial juga kita perbaiki. Jadi kembali ke pertanyaan tadi, saya sih nggak takut toko akan mati. Karena banyak sekali produk kecantikan yang akan lebih maksimal kalau dirasakan atau dicoba langsung. Customer juga tetap butuh interaksi dengan manusia, mereka bisa ngobrol atau mendengar Beauty Advisor menjelaskan info produk. Poppy sebagai seorang Beauty Editor juga pasti mengerti kondisi ini.
Perkara customer akan re-purchase secara online, that’s fine. Tapi untuk produk yang dibeli pertama kali, pasti rasanya lebih puas kalau ke toko langsung.
Persaingan itu datang dari mana saja, nggak cuma dari brand Korea. Kebetulan di beauty, sekarang ini memang brand Korea lagi banyak disukai. Saya sih senang karena para customer jadi punya banyak opsi. Tapi kan skincare, bodycare, dan makeup itu memang cocok-cocokan, kembali ke kebutuhan masing-masing. Meskipun tren, nggak semua orang juga cocok dengan produk Korea.
The Body Shop sendiri hanya berusaha mendengarkan customer dan menawarkan beragam pilihan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Lagi-lagi, the product is the hero. Jadi produknya tetap harus bagus kualitasnya dan we did business with a heart, bukan sekadar marketing gimmick.
Tapi saya merasa dengan mudahnya arus informasi saat ini, customer jadi lebih gampang untuk cari tahu dan belajar dulu tentang produknya sebelum membeli. Buka websitenya, baca review, kenali ingredients-nya. Ini justru sangat membantu kami. Mereka pada akhirnya akan tahu brand mana yang real natural brand, brand mana yang benar-benar memberi servis terbaik, brand mana yang produknya efektif. Itulah yang akan bertahan di tengah berbagai persaingan. Salah satu buktinya, setelah 27 tahun hadir, The Body Shop Indonesia menjadi The Body Shop kedua terbesar di dunia setelah Inggris. Ini menunjukkan bahwa kami mau berusaha terus memberikan yang terbaik untuk customer dan terus berubah mengikuti perkembangan zaman. It’s not just the products, or the trend, it’s the whole package.
Doakan saja ya. Saya sebagai perwakilan dari Indonesia, setiap kali bertemu dengan The Body Shop internasional rasanya ingin sekali merasa bangga bahwa ada satu varian produk yang mengunggulkan bahan dari Indonesia. Kita kan bio-diversity terbesar di dunia, masa nggak ada sih yang dari Indonesia? Tapi tantangannya ada banyak sekali. Salah satu kendalanya adalah tidak semua NGO atau komunitas petani di Indonesia itu professional dan terbiasa bekerjasama dengan asing. Di Afrika, banyak komunitas yang dididik oleh Eropa secara professional.
But we are working on that. Kami sedang berusaha supaya mimpi itu bisa terwujud. Sedang ada beberapa ingredient Indonesia yang diusulkan dan diujicobakan. Thailand punya lemongrass, dari India ada melati, dari Nicaragua pun ada, dari Brazil banyak sekali. Kami menyadari bahwa sudah seharusnya ada bahan dari Indonesia yang di-highlight oleh The Body Shop. Jadi doakan saja ya.
Yang menarik, positioning The Body Shop itu unik. Bukan cuma tentang produk natural, against animal testing, vegan, peduli lingkungan, tapi The Body Shop juga punya harga yang menengah. Jadi, di Indonesia itu kan mass, banyak pembeli yang memilih produk-produk kecantikan yang ada di supermarket, minimarket. Nah ada juga yang high-end, yang tersedia di mall-mall dengan harga yang menguras kantong. Nah, The Body Shop itu berada di tengah-tengah, antara mass dan prestige. Jadi masih accessible.
Produk lokal yang berkembang sekarang kan beragam, nggak semuanya head-to-head secara harga dengan kami. Ada yang lebih mahal, banyak yang lebih murah. Jadi sebenarnya memang bukan saingan utama. Secara pilihan produk, The Body Shop juga masih lebih lengkap, dari skincare, haircare, bodycare, sampai parfum ruangan pun ada. Saya rasa lokal belum ada yang selengkap itu. Tapi saya ikut senang dengan pertumbuhan bisnis kecantikan lokal yang jadi warna buat beauty industry. Kalau nggak ada persaingan, kami juga nggak jadi belajar.
Kami senang banget bisa punya lebih dari 1 juta member saat ini, karena bukan cuma angkanya, tapi perjalanan di balik itu memang luar biasa. Setiap hari, selalu ada kisah seru tentang member-member kami.
Banyak member yang datang ke toko bukan untuk berbelanja banyak, tapi untuk mengembalikan botol kosong mereka. Mungkin stok mereka masih ada ya, tapi effort untuk membawa sampah kecantikan saat mereka pergi ke mall itu sangat saya apresiasi. Konsep “Bring Back Our Bottle” ini seperti meresap di hati customer dan mereka mau membantu mengurangi sampah bumi.
Begitu pun donasi. Banyak customer yang saat berbelanja itu nggak sungkan menyisihkan sebagian uangnya untuk mereka yang lebih membutuhkan. The Body Shop bukan tipe yang “dengan membeli produk ini ada Rp1000 rupiah yang disumbangkan ke A, B, atau C.” Tapi kasir kami selalu bertanya pada customer apakah mau terlibat di sebuah aksi yang kita canangkan. Dan customer banyak yang tergerak. Kita nggak memaksa. Sumbang boleh, nggak pun nggak apa-apa. Tapi ada yang sekali sumbangannya 10 juta, 15 juta, bahkan lebih banyak dari nominal belanjaannya. Mereka bisa saja berdonasi di tempat lain, tapi mereka memilih berdonasi ke program yang dibuat oleh brand favoritnya. Itu artinya kami dipercaya.
Kalau nggak ada customer dan member setia, The Body Shop nggak akan sebesar ini. Dan saya bangga sekali kita semua sudah bersama-sama melakukan perubahan kebaikan. We are the activist, we are the change agent-nya, tapi siapa yang melakukan? Itu adalah customer dan member.
Seperti program Tanda Tangan Petisi RUU Anti-Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Diet Kantong Plastik, dan lain sebagainya, itu yang menyukseskan adalah customer. Kalau mereka terburu-buru, nggak mau tanda tangan, nggak mau diajak ngobrol, ya tentu nggak akan terjadi. Tapi para customer menyempatkan diri untuk mendengar, mengetahui, meluangkan waktunya. Makanya, mayoritas member The Body Shop itu pasti tahu kalau The Body Shop sedang ada campaign atau kegiatan baru. Karena budaya kami dan kedekatan kami memang seperti itu. It’s not just about membership, yang kumpulkan poin setiap kali belanja lalu bisa diakumulasikan suatu hari untuk beli produk lainnya. It’s about we do good together.
Kita selalu punya yang baru setiap 4-6 minggu sekali. Sekarang ini ada varian Banana, Ginger, dan Carrot yang baru saja diluncurkan. Ada juga yang terbaru dari varian Tea Tree, yaitu peel-off mask. Jadi nanti aduk-aduk sendiri, bubuhkan di wajah, diamkan selama beberapa menit, langsung diangkat. Very interesting.
Dari segi toko, kami juga akan terus memperbarui toko-toko lama agar lebih menarik, interaktif dan inovatif. Mohon doanya juga, awal tahun depan kami inginnya sudah punya mobile-app yang baru. Fiturnya akan jauh lebih lengkap dari yang sekarang, bisa belanja di sana juga.
Ke depannya, kami ingin lebih banyak interaksi dengan customer, melibatkan customer untuk aktif di berbagai kegiatan yang kami selenggarakan. Misalnya, kami sering dapat banyak pertanyaan “kapan customer bisa ikutan kegiatan menanam pohon?” Hal-hal seperti itu ingin kami wujudkan. Kalau sering dilakukan kami jadi semakin akrab dengan para pelanggan, campaign yang sedang dilakukan juga jadi lebih sukses kalau banyak yang terlibat. Kalau bisa, nggak semuanya berpusat di Jakarta, jadi teman-teman pelanggan di kota lain tetap bisa berpartisipasi. Jadi misalnya, kami buat kegiatan membersihkan sampah di Pantai Losari Makassar atau aktivitas peduli lingkungan di daerah-daerah lainnya. Itu harapan kami saat ini.
Wah, semoga semuanya terwujud ya! Menarik sekali kan perbincangan saya dengan Pak Aryo Widiwardhono? Bikin semakin sayang dengan The Body Shop Indonesia! Coba sebutkan, produk The Body Shop apa yang jadi andalanmu? Share di comment ya!