banner-detik

lifestyle

(Jangan) Cintai Produk Lokal Apa Adanya

seo-img-article

Selalu ada batas dalam mencintai sesuatu agar tidak berlebihan, termasuk produk lokal. Ada beberapa hal yang masih sangat bisa ditingkatkan dari produk dalam negeri biar tampil lebih menarik lagi.

 

“Jangan cintai aku apa adanya, jangan, tuntutlah sesuatu, biar kita jalan ke depan… “

Sepenggal lirik dari salah satu lagunya Tulus yang paling populer, Jangan Cintai Aku Apa Adanya menjadi inspirasi di balik tulisan ini. Seperti yang kita tahu, produk lokal saat ini sudah banyak dijumpai di Instagram, di toko offline, dan e-commerce. Banyak brand baru bermunculan, dan brand lama pun banyak mengeluarkan produk baru yang mencuri perhatian konsumen. Seperti yang Thanos bilang di film Avengers: Infinity War, “Perfectly balanced, as all things should be.”

Or, is it?

Jangan salah sangka dulu, saya suka produk lokal. Bahkan saya bertekad akan beralih 100% ke produk makeup lokal, tentunya setelah menghabiskan produk yang saya punya sekarang. Tapi, saya merasa ada beberapa hal yang bisa diperbaiki atau ditambahkan oleh brand lokal agar semakin dicintai beauty enthusiast di Indonesia. Berikut penjelasannya:

50 Shades of Skin, Please..

PRODUK LOKAL 1

Well, mungkin tidak perlu sampai mengeluarkan foundation atau concealer dengan 30 atau 50 shade seperti brand luar. Namun, perlu diingat kalau Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, dan tentunya warna kulit. Berdasarkan review produk complexion lokal yang sering saya lihat di media sosial, seringkali si reviewer mendapati shade dari produk tersebut terlalu terang untuk kulitnya. Selain itu, terkadang undertone dari produk pun kurang sesuai, misalnya terlalu pink untuk kulit yang undertone-nya kuning dan sebaliknya. Ini bisa jadi masukan bagi brand lokal agar lebih inklusif dalam membuat produk complexion sehingga dapat digunakan oleh berbagai warna kulit.

Merambah ke Jenis Produk Baru

PRODUK LOKAL 2

Salah satu produk lokal yang paling menjamur adalah lipstik, baik liquid lipstick maupun bullet lipstick. Saya yang sebenarnya suka lipstick pun sampai terheran-heran dengan banyaknya launching produk ini dalam 1-2 tahun terakhir. Saya akui, mungkin hal ini disebabkan produk lipstik cukup ngetren dan mudah dikombinasikan dengan warna atau produk lain, sehingga konsumen lebih bersedia membeli 2 atau lebih warna lipstik. Namun, tidak ada salahnya lho menjadi trendsetter dengan mengeluarkan variasi produk baru, supaya bisa menjadi angin segar di antara produk lokal lainnya. Makeup seperti maskara dan face primer masih jarang, di dunia skincare pun exfoliating toner, essence, dan first cleanser lokal masih belum banyak ditemukan dibandingkan dengan masker.

Mulai Peduli dengan Lingkungan dan Masyarakat

PRODUK LOKAL 4

Beberapa brand lokal sebenarnya sudah mulai melakukan hal ini, misalnya dengan program mengembalikan kemasan produk yang sudah kosong atau menggunakan kemasan yang lebih mudah di-daur ulang. Namun, bukankah lebih baik kalau konsumen bisa melihat lebih dekat kepedulian brand lokal terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitarnya? Saya pribadi paling senang melihat liputan program CSR (Corporate Social Responsibility) di akun medsos suatu brand karena saya merasa sedikit berkontribusi melalui pembelian produk brand tersebut. Saya yakin sebenarnya sudah banyak brand yang melakukan hal ini, namun kurang dipublikasikan saja.

Teruntuk Para Konsumen..

Sekarang dari sisi kita sebagai konsumen, nih. Salah satu stigma yang kurang saya sukai terkait brand lokal adalah harga, dimana produk lokal sering dituntut agar lebih murah dari produk luar. Padahal harga produk tidak hanya ditentukan oleh tempat asal brand, tapi banyak faktor seperti harga bahan, biaya untuk riset produk, sertifikasi, kemasan, gaji karyawan, dan tentunya profit. Pada akhirnya, semua brand termasuk brand lokal adalah suatu bentuk usaha, dan setiap usaha pasti membutuhkan profit sekecil apapun itu.

Jadi, tidak ada salahnya kok mencintai produk lokal. Saya justru menganjurkan untuk mulai mencoba produk lokal sebagai bentuk apresiasi dan nasionalisme, dan bahkan sebagai kontribusi dalam mengurangi jejak karbon! Namun, sesekali kita harus kritis agar brand lokal dapat mengeluarkan produk yang lebih baik dan dapat digunakan oleh lebih banyak lagi konsumen di Indonesia.

 

Slow Down

Please wait a moment to post another comment