banner-detik

eco friendly

Fast Beauty Berdampak Buruk untuk Lingkungan?

seo-img-article

Bukan hanya fast fashion, fast beauty juga dapat membawa dampak buruk untuk lingkungan. 

Kamu familiar dengan istilah ‘fast fashion’? Bagaimana dengan ‘fast beauty’? Sama seperti fast fashion, fast beauty juga merupakan produk-produk kecantikan yang diproduksi secara massal untuk terus mengikuti perkembangan tren terbaru. Bukan hanya produksinya saja yang cepat, promosinya juga semakin mudah dan cepat berkat kehadiran media sosial. Fast fashion sendiri memang sudah lama memiliki reputasi buruk. Penyebabnya banyak: mulai dari kualitas produknya yang subpar, plagiarisme, kesejahteraan buruh yang nggak diperhatikan, sampai saking banyak dan cepatnya barang yang diproduksi, banyak banget yang kemudian terbuang dan menumpuk di landfill. Tapi ini semua nggak membuat peminatnya berkurang.

kkw-beauty-lipstick-embed-hannah-choi

Nah, sekarang coba deh intip koleksi makeup di rumah. Kira-kira kamu korban dari fast beauty juga nggak? Punya banyak lipstik dengan warna yang mirip-mirip? Atau selalu merasa “butuh” punya eyeshadow palette baru? Yup, unfortunately I’ve been guilty of these too. Kadang memang sulit ya menahan diri untuk beli produk beauty keluaran terbaru. Apa lagi kalau banyak review-review racun bermunculan nggak lama setelah tanggal rilis. Bagi banyak orang, new product launches juga merupakan salah satu hal yang membuat industri beauty tetap exciting. Sayangnya, selain merugikan buat dompet kita, fast beauty juga punya dampak buruk terhadap lingkungan. Kok bisa?

Baca juga: Selain Green Beauty, Pernah Dengar Blue Beauty?

Super fast, mass production

Sesuai namanya, fast beauty bergantung pada proses produksi yang super cepat dan dalam jumlah banyak. Tapi saat produk ini rilis, nggak selamanya akan selalu terjual habis, kan? Layaknya fast fashion, akan ada banyak banget produk yang menumpuk saat nggak berhasil terjual. Memang sih, masih bisa dijual selama belum expired, namun nggak jarang beauty brands yang sudah merilis koleksi baru berikutnya dalam jangka waktu yang sangat singkat. Contoh mudahnya adalah Colourpop. Brand asal California ini bisa non-stop merilis berbagai macam produk, bahkan beberapa koleksi sekaligus dalam waktu yang sangat singkat. Selain punya regular line yang stock-nya sering di-update, Colourpop juga sering banget bikin koleksi kolaborasi.

Recycle produk beauty lebih kompleks

Dibandingkan dengan pakaian, proses recycle produk beauty jauh lebih kompleks. It won’t be as easy as re-using the same fabric for different styles of clothes. Dilansir dari Glamour UK, Stephen Clarke dari Terracycle mengatakan bahwa me-recycle produk beauty nggak mudah akibat bentuk packagingnya yang sangat bervariasi. Produk yang tersisa dalam wadah-wadah kecil butuh effort lebih untuk dibersihkan. Selain itu produk dengan packaging plastik juga susah ‘laku’ di recycling facilities. Brand Glossier kini sudah nggak pakai pink bubblewrap pouch-nya yang ikonik setelah sempat mendapat backlash akibat penggunaan material plastik yang terlalu berlebihan. Ditambah lagi, banyaknya komponen berukuran kecil (misal: mascara wand, packaging plastik pensil alis, aplikator liquid lipstick)  juga mudah terjatuh dari mesin dan gagal didaur ulang.

lauraegabriele-copy_sq

Baca juga: Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Skincare

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Buy less. Industri fast beauty memang akan terus berjalan, sehingga produk yang dirilis pun juga akan terus bertambah. Dengan hanya membeli produk yang kita benar-benar perlu, kita bisa meminimalisir produk yang menumpuk dan nggak terpakai. Buat produk yang kamu sudah suka dan cocok, coba deh dipakai sampai habis sebelum beli yang baru. Sudah terlanjur menumpuk? You can always hand them down to your siblings, friends, or co-workers whom you know will get more use of those products. 

Slow Down

Please wait a moment to post another comment