Apakah kamu termasuk salah satu konsumen yang mementingkan label halal pada produk kosmetik dan skincare? Kalau iya, yuk simak artikel di bawah ini!
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, produk halal merupakan sebuah kebutuhan. Nggak cuma makanan aja, tapi juga makeup dan skincare yang dipakai sehari-hari. Karena tingginya kebutuhan akan produk-produk halal tersebut, akhirnya muncul deh brand lokal yang fokus membuat makeup dan skincare yang halal.
Tapi, munculnya brand makeup lokal yang fokus membuat makeup dan skincare halal ini malah membuat saya sebagai konsumen jadi bertanya-tanya. Apakah produk yang nggak ada label halal nya kemudian menjadi produk yang berbahaya? Nah, untuk memenuhi rasa penasaran tentang semua hal yang perlu diketahui tentang produk halal, seperti misalnya isu, serta pro dan kontra kosmetik halal, saya berkesempatan ngobrol dengan Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Ir. Muti Arintawati, M.Si. Yuk simak interview saya berikut ini.
“Pertama, yang pasti lembaga yang mengeluarkan berbeda. Kemudian, lembaga di luar negeri itu standard-nya nggak sama dengan di Indonesia.”
“Yang jelas harus dilihat dari bagaimana bahan dan produknya. Pertama, bahan tidak berasal dan mengandung babi atau turunannya. Kedua, bahan bukan merupakan khamar (jenis minuman yang memabukkan) dan tidak mengandung khamar. Ketiga, bahan bukan merupakan darah dan tidak mengandung darah, bangkai, dan bagian dari tubuh manusia. Keempat, bahan tidak boleh dihasilkan dari fasilitas produksi yang juga digunakan untuk membuat produk yang menggunakan babi atau turunannya sebagai salah satu bahannya.
Kelima, bahan hewani harus berasal dari hewan halal. Untuk hewan sembelihan, maka harus dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariah Islam yang dibuktikan dengan sertifikat halal dari MUI, atau dari lembaga yang diakui MUI, atau dengan cara audit langsung oleh LPPOM MUI. Terakhir, bahan tidak boleh menutup kulit. Sekarang kan banyak produk water resistance, nah produk yang klaimnya water resistance tersebut bukannya nggak halal, tapi harus diuji lab terlebih dahulu memastikan apakah air masih bisa meresap atau tidak. Walau banyak perempuan yang ingin pakai produk kosmetik yang long lasting, tapi harus diperhatian sebagai seorang muslim kan wajib wudhu ketika akan beribadah, jangan sampai ketika wudhu, air nggak bisa masuk. Meskipun bahan yang digunakan oleh produk kosmetik tersebut termasuk halal semua, tetap saja kita nggak bisa mengeluarkan sertifikatnya.
Selanjutnya, kalau dari sisi produk, kriteria yang pertama adalah, merk / nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Kedua, karakteristik produk tidak boleh memiliki kecendrungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI. Ketiga, produk yang eceran atau retail dengan merk sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi, tidak boleh jika hanya didaftarkan sebagian.”
“Kalau dari sisi bahaya, itu beda dengan bahaya dari sisi bahan beracun yang arahnya ke fisik. Misalnya kosmetik mengandung merkuri, itu akan mengganggu kesehatan. Tapi kalau haram, itu bukan fisik, tetapi spiritual. Orang nggak akan merasakan apa-apa, tapi nantinya, sebagai seorang muslim, setiap tindakan kita akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Nah, pada saat kita menggunakan kosmetik yang haram, ibadah kita nggak akan diterima.”
“Hal pertama, harus memahami dulu persyaratan. Jangan main hantam aja, karena orang nggak ngerti persyaratan langsung mendaftar, biasanya prosesnya akan lama. Kami dari LPPOM sifatnya nggak seperti hakim yang mengatakan haram udah gitu aja. Tapi, kami juga ingin mengedukasi, apa yang harus diperbaiki, apa yang harus mereka lakukan, dan semua akan diarahkan. Kalau bingung, LPPOM juga menyediakan training untuk brand yang masih sering kebingungan tentang bagaimana mekanisme sertifikasi halal.”
“Ketika suatu brand atau perusahaan sudah mendapatkan sertifikat, maka sertifikat tersebut akan berlaku selama dua tahun. Selama 6 bulan sekali, brand tersebut harus melapor menggunakan sistem yang sudah ada.”
“Halal dan dibolehkan. Jadi, menurut komisi fatwa, bahan kosmetik yang produksi oleh bekicot itu bukan termasuk kotoran. Karena najis itu kan adalah kotoran, lendir dari bekicot itu sendiri bukan termasuk kotoran atau buangan. Bekicotnya sendiri bukan termasuk hewan yang najis.”
“Carmine itu adalah pewarna merah. Carmine itu diperoleh dari dua sumber yaitu sintetik dan natural. Nah, yang natural itu berasal dari serangga. Nama serangganya adalah Cochinea. Cochinea adalah serangga yang hidupnya di kaktus, di Amerika Latin. Nah, oleh komisi fatwa MUI dibolehkan, jadi halal. Tinggal diperhatikan prosesnya bagaimana, karena dalam prosesnya itu bisa melibatkan gelatin, harus diperhatikan juga gelatinnya berasal dari mana. Kalau sumbernya babi ya nggak bisa.”
“Saya menghimbau kepada pihak produsen agar segera mendaftarkan produknya untuk disertifikasi, memang untuk saat ini pemerintah belum mewajibkan kepada perusahaan untuk melakukannya. Tapi, sebaiknya perusahaan sudah mulai memikirkan dan mendaftarkan, agar jika nanti memang sudah ada peraturannya, perusahaan-perusahaan tersebut tidak kerepotan akan proses administrasi yang cukup banyak. Kedua, penuhilah hak konsumen. Mendapatkan produk halal merupakan hak konsumen, itu sama saja memberikan kualitas produk terbaik kepada konsumen.”
Nah, gimana? Sudah cukup puas dengan jawabannya? Kalau kamu masih kebingungan apakah produk yang kamu pakai sudah tersertifikasi halal atau tidak, kamu bisa download aplikasi MUI yang sudah tersedia untuk Android dan iOS.