banner-detik

backstage beauty

FD Insight: Indie Brand Lokal Butuh Toko Offline?

seo-img-article

Ternyata, mass brand masih jadi brand lokal berjaya di mata perempuan Indonesia. Brand apa aja? Simak di sini!

Beberapa waktu lalu, saya melalukan polling di Instagram FD, dengan pertanyaan “Apa top of mind brand lokal versi kamu?”

Tujuannya, simpel aja. Brand lokal dengan jam terbang yang lama, atau marketing canggih brand indie sih, yang lebih nempel di kepala beauty enthusiasts?

Lebih dari 1000 FD-ers memberikan jawaban mereka. Setelah mengeliminasi jawaban yang kurang tepat, dan menyaring brand paling pertama dari jawaban yang berisi lebih dari satu brand, berikut hasilnya:

Artikel Image 640x427

Ada brand favorit kamu? Yang bisa saya simpulkan di sini adalah top 3 band dengan suara terbanyak adalah mass brand dengan harga terjangkau. Top 3 brand terpilih, Wardah, Make Over dan Purbasari, juga bisa didapat secara offline di hampir seluruh Indonesia.

Sudah setahun berlalu sejak kami menulis artikel FD Insight tentang produk complexion lokal, dan ternyata nama-nama lawas memang masih berjaya.

Kombinasi harga yang terjangkau dan mudah didapat ternyata masih membuat brand-brand ini menjadi pilihan. Apalagi, pembaca FD memang banyak berasal dari kalangan anak muda. So, budget friendly factor jadi kunci penting brand-brand bisa menggaet pasar yang lebih besar. Dalam hal ini, anak-anak muda/ remaja.

Gimana dengan dua indie brand, BLP dan Rollover Reaction? First of all, rasanya dua brand ini memang bisa diprediksi sebagai dua brand lokal indie yang paling punya cult followings, dengan image millennials yang kuat dan pilihan produk yang berkualitas. Kuat dengan produk pertama mereka, BLP dan Rollover Reaction nggak stuck di trend liquid lipstick dan merilis produk lain dengan kualitas yang tetap konsisten.

Beberapa insight menarik lain dari polling ini adalah:

1. Banyak FD-ers yang menganggap Pixy dan Focallure adalah brand lokal. Pixy adalah brand Jepang (di bawah grup Mandom), sedangkan Focallure adalah produksi Cina.

2. Banyak pemilih Viva hanya memakai produk skincare-nya saja, seperti cleansing milk dan toner. Hebatnya, nama lawas brand ini membuat Viva masih menjadi brand yang identik dengan label “brand lokal” di kepala banyak orang.

3. Penjawab yang menyertakan alasan, biasanya akan menyebut faktor produk yang cocok dan harga yang murah, serta “cinta pertama” saat ketemu brand tersebut bertahun-tahun lalu.

Bagi Para Brand…
Sorry to say, ternyata harga masih jadi faktor penting dalam membeli produk lokal bagi banyak orang. Boleh jadi brand memasang harga sedikit mahal dengan alasan bahan baku atau packaging yang cukup premium, namun jangan salahkan pembeli kalau mereka mereka pindah ke produk lain dengan kualitas 11-12 namun harga lebih murah.
Going totally online? Coba pikir lagi. Top 3 brand yang menjadi pilihan pembaca, bisa didapat secara mudah di toko offline alias fisik. Bukan berarti semua brand indie yang selama ini buka “lapak” online harus seperti mass brand yang masuk berbagai supermarket bahkan pasar tradisional. Namun ada baiknya memikirkan bekerjasama dengan retailer, drugstore atau pilihan lain, yang memungkinkan customer untuk mengenal produk dengan lebih mudah karena bisa dicoba dan dibeli secara langsung.
Terakhir, tentunya brand indie wajib memperluas jenis produk yang dibuat. Be a problem solver; rilislah lebih banyak produk seperti foundation atau concealer. Tidak hanya sekedar untuk bersaing dengan mass brand, namun juga menambah loyalitas perempuan Indonesia terhadap produk lokal.  Bagi entrepreneur yang lagi berpikir untuk membuat brand liquid lipstick, mungkin bisa di-pending untuk riset lebih dalam, dan membuat skincare  atau base makeup?  🙂

Slow Down

Please wait a moment to post another comment