Setelah natural, non-toxic, organik, paraben-free, muncul istilah ethical beauty brands. Apa itu ethical beauty dan apakah ini hanya tren semata?
Untuk ukuran pengguna skincare dan makeup aktif, saya nggak terlalu rewel dengan label ”organik” atau ”bebas ini-itu-‘ yang tertera di produk kecantikan saya. Saya sadar banget kalau saya butuh benzoyl peroxide, saya butuh silikon biar kulit saya terlihat mulus, and I don’t mind a little paraben kalau memang itu akan memperpanjang masa guna produk saya. Tapi untuk masalah ethical beauty, saya cukup tertarik untuk menjadi suporter isu ini.
Baca juga: Produk Skincare Natural dan Organik, Ini Perbedaannya
Sama seperti ”organik” dan ”natural”, sebenarnya istilah ethical beauty juga belum memiliki definisi dan batasan yang jelas. Brand dapat mengklaim kalau brand mereka ethical jika mereka: tidak melakukan tes pada binatang atau cruelty-free, vegan atau tidak menggunakan bahan yang berasal dari binatang, melakukan fair trade dalam memperoleh bahan produk mereka, punya program recycling untuk packaging, tidak menjual produknya ke Tiongkok, dan masih banyak lagi. Intinya: they’re doing good deeds for the planet.
Luasnya arti ethical beauty ini sebenarnya bisa jadi perangkap sendiri untuk brand yang iseng-iseng greenwashing dan menjadikan istilah ethical beauty seperti ‘natural’ dan ‘non-toxic‘ yang sudah overused banget di industri kecantikan. Walaupun begitu, saya merasa istilah ethical beauty dibuat sefleksibel mungkin agar sifatnya menjadi inklusif. Secara nggak langsung, istilah ini merangkul aksi-aksi kecil yang dilakukan satu brand untuk bersama membangun gerakan yang lebih besar… Yaitu ethical beauty. Tinggal konsumen saja yang menentukan aspek ethical beauty mana yang akan mereka dukung dan aplikasikan ke kehidupan mereka.
Sejujurnya, menjadi ethical dalam bidang kecantikan itu susah-susah gampang. Saya cukup puas dengan progres dunia dalam meregulasi animal testing dalam produk kecantikan. Kalau diteliti, sudah banyak produk makeup yang menyertakan lambang leaping bunny atau logo kelinci PETA-certified di kemasannya. Bikin seneng dong? Sayangnya, masih ada aspek lain dalam ethical beauty yang belum terlalu terekspos, padahal sama pentingnya. Contoh kecilnya adalah penggunaan palm oil di industri kecantikan.
Baca juga: Masih Wajibkah Animal Testing dalam Uji Coba Kosmetik?
SLS atau Sodium Laureth Sulfate adalah salah satu turunan palm oil yang masih sering banget ditemui, mulai dari sabun sampai pasta gigi. Palm oil atau minyak kelapa sawit adalah jenis minyak paling populer karena sifatnya versatile dan harganya murah. Walaupun sudah banyak palm oil farmers yang memiliki sertifikat GMF dan bervisi sustainable, masih banyak yang hanya fokus untuk meraup keuntungan. Di Indonesia misalnya, banyak perusahaan kelapa sawit yang membakar habis-habisan hutan di Kalimantan dan Sumatera untuk buka lahan dan bikin kebun kelapa sawit. Nggak cuma kehilangan hutan, kita kehilangan isinya juga, yaitu binatang yang kadang sudah nyaris punah, seperti orangutan. Nggak cuma itu, kebun kelapa sawit is incredibly damaging for our environment. Setelah masa panen pohon kelapa sawit selesai, tanahnya rusak dan nggak bisa diapa-apain. Kelapa sawit terkenal menyerap air di tanah, sampai tanah jadi tandus dan kering. Definitely not sustainable for our planet!
Selain itu, packaging waste produk kecantikan yang bisa banget menuhin bumi kita kalau nggak diregulasi dengan baik. Fakta ini cukup menyadarkan saya karena saya melakukan skincare layering, alias produknya banyak. Kalau produknya banyak, packaging-nya juga banyak, dong? Kalau sudah habis dan saya buang, kemana bekas packaging produk saya pergi? Untuk negara kita yang belum memiliki recycling system yang tertata, hal ini cukup membuat saya berpikir.
Baca juga: Bisakah Daur Ulang Kemasan Kosmetik Hits di Brand Lokal?
Harapannya, dengan tren ethical beauty brands ini, brands akan semakin sadar dan ingat ”kewajiban”nya pada bumi. Sebagai konsumen, mengaplikasikannya tentu lebih ribet lagi. Saran saya: pilih satu concern, and work your way from there. Bahkan hanya mengaplikasikan satu dari aspek ethical beauty saja, kamu sudah melakukan impact kecil yang dapat tumbuh besar di masa depan. Untuk saya sendiri, I try to use less product that test on animals (cek di sini untuk ethical beauty brands yang nggak animal testing) dan pelan-pelan mengeliminasi penggunaan palm oil di hidup saya… Even if that means saying goodbye to my beloved LUSH Shampoo Bar!