banner-detik

fashion insider

IFW 2016; Kreasi Etnik Nusantara di Tangan Anak Muda

seo-img-article

Tema ‘Reflection of Culture‘ pada Indonesia Fashion Week (IFW) 2016 memang benar-benar tercermin pada keseluruhan penyelenggaraan ajang tahunan fashion ini selama 4 hari lalu.

Tema yang kuat mengangkat budaya Indonesia melalui fashion ini disosialisasikan oleh penyelenggara pada seluruh desainer dan brand yang berpartisipasi, baik pada fashion show maupun pameran dagang. Batik, tenun, lurik, songket, dari berbagai daerah di Indonesia digunakan sebagai material utama maupun aksen pada koleksi. Meskipun demikian, eksplorasi kain nusantara ini seringkali terjebak pada garis desain dan teknik yang itu-itu saja, apalagi dengan material kain yang tanpa pengolahan atau inovasi baru.

Bila diamati, faktor generasi desainer pun ikut menentukan ‘gaya’ desain secara garis besar. Desainer ‘senior’ atau yang sudah lama berkarir dalam bidang ini memang banyak yang setia dengan pemanfaatan material dan gaya etnik. Struktur desain yang matang dan pemilihan bahan yang tepat, membuat karya mereka unggul dalam kualitas. Tetapi, seperti yang terlihat dalam panggung IFW 2016 ini, tidak bisa dipungkiri bahwa karya para desainer ini masih cenderung konvensional, mengusung look dan siluet yang ‘aman’ dan klasik.

Sedangkan para desainer muda yang seolah ingin membuat sesuatu yang baru, mendobrak normalitas, mengusung unsur-unsur modern, dan selalu bersikap tidak main aman. Bereksplorasi dengan siluet yang tidak selalu cantik, dan tidak terduga. Styling pun memegang peranan penting. Penggunaan aksesoris, sepatu dan attachment lain yang mendukung penampilan juga biasanya non-mainstream. Secara desain, karya mereka lebih segar dan lebih berpotensi untuk menarik minat lebih banyak kalangan untuk menggunakan unsur budaya Indonesia. Para desainer muda ini pun berlatar belakang sekolah mode, sehingga secara teknik dan pemilihan material, karya mereka pun sangat berkualitas.

Ada beberapa karya desainer muda yang berpartisipasi pada ajang IFW 2016 ini, tetapi setidaknya dua brand & desainer ini bisa mewakili koleksi dengan sentuhan etnik tersebut.

1. Acakacak by LPTB Susan Budihardjo

Ini adalah sebuah brand ready-to-wear yang dirintis oleh sekolah mode Susan Budihardjo untuk menampung karya pada lulusannya yang sudah ‘melek’ pada kebutuhan dan selera pasar anak muda. Kali ini, acakacak menggarap Lurik dan tenun Tanimbar, dalam 2 show yang berbeda.

Para desainer acak-acak menerapkan motif saling tabrak yang berani, motif abstrak diterakan pada kain lurik yang menjadi bahan utama. Komposisi pola potongan yang kaya membentuk corak baru dan menjadikan koleksi tampak mutakhir. Mereka bermain-main dengan potongan yang berkesan sembarang, memadukan dengan bahan masa kini seperti scuba, dan padu padan yang adaptif. Meskipun demikian, karya mereka ini sangat wearable dan mampu menginfusikan kesan muda pada pada penampilan pemakainya.

acak2

Koleksi kedua yaitu tenun ikat Tanimbar yang berasal dari Maluku Tenggara Barat. Keduabelas desainer Acakacak membuat siluet yang ringkas, lurus, longgar, dan minim potongan. Tenun Tanimbar yang tebal, bertekstur kasar, dan kaya warna dipadukan dengan kain lurik hitam geometris, serta bahan lain seperti scuba, katun dan kanvas untuk menambah kaya tekstur. Gaya yang dihasilkan jauh dari kesan ‘lebay’ atau berlebihan, meskipun banyak elemen dalam tampilan.

tanimbar1

 

2. Danjyo Hiyoji

Tenun Tanimbar yang banyak berwarna tua serta cenderung kaku diadopsi sedemikian rupa oleh Danjyo Hiyoji, sehingga tidak tampak dominan. Kain tenun dipotong-potong dan menjadi aksen pada pakaian, dipadukan dengan tenun baduy yang berwarna ‘tone down’ serta polos, sehingga menciptakan look dengan warna kalem. Pola dekonstruktif juga diterapkan pada koleksi ini, dan meskipun tampak ‘ramai’ oleh potongan kain, perpaduan warna dan motif geometris yang tepat membuat looknya sangat kontemporer.

danjyo4

 

 

Slow Down

Please wait a moment to post another comment