banner-detik

backstage beauty

Realistic Beauty di Film Wonder Woman

seo-img-article

Sudah bosan dengan gambaran perempuan serba sempurna di layar lebar? Film Wonder Woman kemarin cukup memberi perspektif baru untuk penontonnya.

Nggak cuma beauty, saya punya beberapa hobi lain biar nggak cepat bosan, salah satunya nonton film. Walaupun saya cukup selektif dalam film yang saya tonton, saya jarang banget melewatkan film-film superhero, baik dari DC ataupun Marvel. Sejak kecil, saya juga sudah mengidolakan Wonder Woman. Saya juga senang banget pas tau Gal Gadot akan memerankan superhero favorit saya! Namun, saat Wonder Woman muncul di film Batman vs Superman, saya cukup sedih karena portrayal Wonder Woman di film tersebut cukup mengecewakan. She was merely an eye candy in the movie, dan shots yang harusnya menunjukan kekuatan Wonder Woman malah jadi over-sexualized.

Jadi pas film solo Wonder Woman rilis di teater, saya sempat malas dan ‘ngambek’ nggak mau nonton. I don’t want to watch an over-sexualized movie of my favorite superhero. Namun karena pas itu lagi ngabuburit dan nggak ada film lain, akhirnya saya nonton. My thoughts?

wonder woman

Ini keren banget!

Seumur-umur, saya belum pernah melihat interpretasi perempuan yang realistik banget, at least di film superhero. Sure, Gal Gadot udah cantik dari sananya, tapi sepanjang film, saya berhasil melihat humanly flaws di wajah Diana alias Wonder Woman. Freckles, blemish, I can see it! Belum lagi, seluruh action shot yang diambil benar-benar nggak ada yang over-sexualized. Ketika Wonder Woman lagi nendang, fokusnya ditarik ke pergelangan kakinya yang lagi nendang, bukan bokong. Ketika Wonder Woman lagi nangkis peluru, fokusnya benar-benar ke pelurunya, bukan yang lain, if you know what I mean.

crow's feet

Nggak cuma dari filmography-nya saja, tapi riasan dan kostumnya juga nyata banget kalau pesan yang ingin dikirim dari film ini adalah kekuatan, strength, bukan perempuan cantik. Kalau melihat Ratu Hippolyta, you can see crow’s feet, daerah undereye-nya juga nggak terus-terusan plump dan segar. Tapi, karakter wajah inilah yang membuat Hippolyta terlihat seperti ratu. Makin kelihatan regal, menurut saya.

antiope

Untuk Antiope, penonton benar-benar ditunjukkan kalau lagi perang, muka nggak akan terlihat mulus. It’s bound to show some lines. Karakter favorit saya di film ini adalah Antiope, karena ia sukses menunjukkan kekuatan dan kelembutan di saat yang sama, tanpa mengurangi sisi realistisnya. Di layar lebar juga benar-benar terlihat kalau wajah mereka nggak dikasih smoothing filter, at least nggak berlebihan.

armpit fat

Oh ya, sempat heboh juga di internet kalau pahanya Diana jiggles saat ia melakukan superhero landing. Yep! Walaupun Wonder Woman badannya atletis, pahanya masih ”giwir-giwir” dan nggak di-edit! Kalau kamu perhatikan armor-nya para Amazonian, nggak ada yang terlalu ”hourglass’‘ dan dilebihkan di daerah dada, lho. The armor is there to protect them during battle. Menurut saya, film ini benar-benar berusaha untuk menunjukkan cantik yang realistis. Wonder Woman aja punya so-called armpit fat‘ yang memang realistis banget, karena nggak semua badan itu terlihat sama.

patty jenkins

Kemajuan besar ini nggak lain berasal dari direktur Patty Jenkins yang namanya langsung melambung dan hits setelah rilisnya film ini. Sebagai direktur film perempuan pertama dengan budget terbesar (150 juta dollar!), ia mengakui bahwa ia sengaja membuat film ini untuk perempuan. Ia ingin menarik sebanyak mungkin penonton dari seluruh kalangan, termasuk perempuan yang biasanya ‘nggak suka’ nonton film superhero. Caranya? Dengan membuat karakter Wonder Woman ini menarik dan relatable. Di film Wonder Woman, penonton benar-benar bisa melihat perubahan dan perkembangan karakter Diana, dari seorang princess dari Themyscira menjadi seorang Wonder Woman. Dari sini saya bisa menyimpulkan paha ”giwir-giwir’‘, blemish di wajah Wonder Woman, crow’s feet-nya Ratu Hippolyta dibuat sengaja untuk menarik kita, para perempuan, yang sudah bosan ngeliat tokoh cewek cantik yang nggak realistis sama sekali.

Overall, saya rekomen banget untuk yang belum nonton Wonder Woman. Untuk pertama kalinya, saya merasa saya nonton superhero yang dibuat untuk meng-empower para perempuan, nggak cuma jadi hiasan di film superhero laki-laki saja. Saya berharap semakin banyak direktur film perempuan di dunia yang makin aktif dan berperan serta dalam industri, because let’s face it, kita butuh keberagaman perspektif dalam industri film saat ini. Dari banyaknya direktur film ternama di dunia, yang perempuan hanya nggak sampai 10%! Kalau kamu, sudah nonton film ini apa belum?

Slow Down

Please wait a moment to post another comment